FIBONACI

TEBU 5b.jpg“Kira-kira apa juga yang akan kamu katakan jika ada dua amoeba di dalam sudut lambung kita sedang berdialog.; ‘Aku tidak percaya manusia itu ada. Jika manusia itu ada bagaimana ia akan membelah diri seperti ini’ kata si amoeba itu sembari membelah diri”aku menyenggol Joy sembari tersenyum. “Manusia telah mengkodifikasikan eksistensi mereka untuk membawanya ke ukuran manusia, untuk membuatnya dapat dipahami, manusia telah membuat skala sehingga mereka dapat melupakan skala tak terduga.” tutupku mengutip kata-kata Scarlet Johansson dalam film Lucy.

“Sebagai manusia kadang kita hanya mau mengukur segala sesuatu dengan cara kita, sampai kita lupa bahwa ada ukuran lain yang ada di luar kita. Seperti amuba tadi yang hanya membayangkan adanya manusia seperti keadaan dirinya. Begitu juga kau Joy yang mengukur tuhan dengan caramu mengukur diri.” lanjutku.

“Ah aku bukan tipe orang yang akan mengatakan sesuatu yang nggak bisa dilihat itu tidak ada, karena kau pasti akan memberi perumpamaan udara.” Joy menimpali.

“Eh siapa bilang, yang bisa dilihatpun kita belum tentu bisa melihatnya kok” balasku. “Aku tau Pak, kau pasti akan memberikan contoh otak manusia kan, dan hanya bisa dilihat dengan cara dibedah” kata Joy.

“Ah nggak juga, tapi setidaknya dua contoh darimu membuktikan bahwa dibutuhkan pendekatan khusus untuk membuktikan keberadaan sesuatu kan? Bisa dengan uji coba ilmiah, menggunakan alat, bahkan waktu maupun tempat.” kataku.

“Waktu maupun tempat pak?” tanya Joy. “Betul, contohnya jika aku bertanya kepadamu apakah bumi itu ada? Tentu kau akan menjawab ada, tapi pakah kita bisa melihatnya langsung? Tentu tidak.” lanjutku. “Eh bisa pak, tinggal ke luar rumah saja cari tanah lapang terus lihat kebawah.” balas Joy. “tidak Joy, yang kau lihat di bawah kakimu itu adalah tanah, yang memang adalah bagian dari bumi. Untuk melihat bumi secara utuh kau perlu pergi ke luar angkasa dan melihat bola dunianya. Begitu juga tuhan, yang menciptakan bumi tadi, aku bisa saja menunjuk semua hal adalah tanda keberadaanya, tapi bagaimana jika semua ini hanya berada di dalam sebuah aquarium milikNYA?” tutupku.

“Aku paham pak maksudmu… tapi ya kita kan mengukur sesuatu dengan wawasan kita, masak kita mengukur sesuatu dengan cara yang tidak kita pahami?” balasnya. “Sebenarnya dengan memberikan perbandingan mario dan manusia tadi kita sudah paham bahwa ada hal-hal yang tak mungkin bisa dijangkau Mario tentang kehidupan manusia itu sendiri. Lalu bagaimana kita menjangkau Allah selain dari cara yang telah Ia ajarkan? aku juga sudah membuktikan eksistensinya melalui sebuah benda bernama Al-Quran yang memuat segala pengetahuan lintas zaman yang tidak mungkin ditulis oleh manusia.” lanjutku sembari mengganti gigi perseneleng.

“Analogimu bagus pak. Menarik, tapi itu belum membuatku setuju dengan konsep agama Pak. Beragama hanya membuat orang-orang merasa benar. Lagipula kalau memang tuhan ingin disembah, kenapa ia tidak menciptakan satu agama saja? Malah membuat banyak agama yang memicu konflik” kata Joy.

“Nah sekarang aku akan ke situ… Kenapa ada banyak agama?” kataku lalu menenggak lagi air mineral yang masih ada di dasbord. “Tak kasi analogi dulu ya. Coba bayangkan seorang Programer menciptakan robot dengan kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligent) untuk diuji coba dalam satu simulasi eksperimen. Tujuanya adalah untuk mengembangkan sebuah robot dengan Ai terbaik yang bisa mengambil keputusan sesuai arahan Programer.” Joy menyimak sambil melinting kreteknya.

“Robot itu memiliki 4 elemen utama; Sistem mekanik atau tubuh, Algoritma perhitungan logis sejenis prosesor, Kecerdasan buatan (AI) yang memberinya kemampuan untuk menganalisa permasalahan dan memilih satu dari alternatif solusi yang ia temukan, dan Energi buatan yang bisa diisi ulang atau Baterai namun dengan jangka waktu yang telah ditentukan”. Joy tampak serius mendengarkan, kedua kakinya masih duduk bersila di atas kursi mobil bak yang kami kendarai ini. Cahaya matahari mulai menyibak kabut di antara pepohonan kaki gunung Tengger.

“Robot tersebut memiliki misi untuk menjaga dan merawat suatu area dengan baik yang ditulis dalam protokol sejenis buku manual. Sedangkan untuk mencapai misi itu peneliti membuat dua jenis program, Wall dan Virus sebagai obstacle dan suporter” Lanjutku. “Untuk memudahkan kita dalam mengidentifikasi mari kita beri nama robot itu David.” tuturku meniru nama karakter yang diperankan Haley Joel Osmet di film Artificial Intelligent.

AI 1

“Baiklah, David memiliki keterbatasan waktu, expired date dalam menjalankan misinya. Untuk itulah Programer menciptakan sebuah mesin khusus yang memiliki kemampuan menciptakan robot baru dari data pengalaman yang ditransfer oleh David. Dengan demikian tugas menjaga area tersebut bisa dilanjutkan oleh generasi robot berikutnya. Oleh Programer mesin itu diberi tubuh mirip dengan David namun dengan fungsi sebagai partner.” jelasku.

“Maksudnya mesin itu bisa melahirkan robot pak? Terus dikasi tubuh? Wah.. Ini berarti seperti Laki-laki dan perempuan Pak?” Joy memotong. “Yah anggaplah kita sedang mendesain sebuah peradaban yang dimulai dengan dua aktor itu” balasku.

“Sang Programer menaruh sepasang robot itu di sebuah tempat eksperimen untuk menguji perkembangan David. Layaknya eksperimen pada umunya, Program Wall dan virus diciptakan sebagai suporter dan obstacle untuk membantu perkembangan AI dalam menjalankan misi. ‘Wall’ adalah program yang berjalan sesuai tugas yang diberikan Programer, ia tidak akan menyalahi perintah. Sedangkan ‘Virus’ adalah format yang juga memiliki AI untuk memilih tindakan, nantinya ia bertugas menjadi obstacle yang akan menciptakan rintangan untuk menguji bagaimana respon David dan generasi penerusnya dalam menyikapinya.” kataku panjang. Kali ini Joy hanya diam sambil menikmati tiap hisapan kreteknya di tengah udara dingin pegunungan.

“Programer telah memprogram sebuah sistem yang dapat mengkalkulasi setiap perbuatan robot. Sehingga di akhir tiap masa aktif robot, tindakan mereka akan dikalkulasi mana yang mengikuti protokol dan mana yang menyalahi protokol. Bagi mereka yang berhasil menyelesaikan misi, mereka akan dikirim ke sebuah program bernama ‘Paradise’ sebagai penghargaan. Sedangkan yang gagal menjalankan misi akan dirombak dan diformat ulang atau bahkan dihancurkan di sebuah program bernama…” belum selesai aku menjelaskan Joy sudah menyahut.

Inferno…” sambung Joy. Aku hanya mengangguk, awalnya aku hanya akan mengatakan ‘hell’ tapi nampaknya Joy memiliki satu istilah yang lebih keren.

AI 3

“Kenapa harus ada virus Pak? kalau Programer ingin robot itu menjaga area ya seharusnya dibantu difasilitasi dengan program-program pendukung, kenapa malah diciptakan virus? Konyol sekali” tanya Joy protes.

“Ingat joy tujuan penelitian ini untuk menguji dan menseleksi manakah robot yang tetap pada misi utamanya dan manakah robot yang malfungsi dan tidak bekerja sesuai perintah, atau malah mengacau sistem harus dieliminasi, sedangkan menjaga area itu hanyalah misi sang robot, bukan tujuan penelitian.” tuturku. “Layaknya penelitian pasti membutuhkan variable test, virus adalah variable obstacle yang harus dilalui sang robot untuk mengetahui apakah ia robot yang canggih atau tidak. Tapi tenang, Wall juga berperan sama dalam membantu David yang pada akhirnya sang robot itu sendirilah yang akan memilih. Lagipula apa jadinya jika sebuah game arcade tanpa musuh sebagai obstacle” jelasku panjang.

“Jadi Programer memang membuat obstacle untuk membuat pemain utama semakin tangguh dengan semua rintangan itu ya.” kata Joy mengangguk-angguk.

“Seperti analogi sebuah game. Game yang bagus memiliki obstacle dan supporting item yang balance bukan. Pemainyalah yang harus mengatur strategi mengambil keputusan di timing yang tepat.” balasku.

“Yaya.. satu-satunya orang yang akan membuatmu semakin kuat adalah musuh-musuhmu tapi Pak…” kata Joy. “Boleh kuteruskan dulu? Siapa tahu jawaban dari pertanyaanmu ini akan ada di akhir penjelasanku?”. “Oh ok Siap Pak” balasnya spontan sambil mengangkat tangan posisi hormat.

“Untuk memudahkan David dalam menjalankan misinya, peneliti memberikan protokol panduan awal untuk David agar mudah menjalankan misinya. Protokol pertama ia kemas dengan sederhana karena bersifat basic command. Misalnya tentang panduan bagaimana cara menggunakan tubuh mereka, mengisi ulang energi dengan resource yang ada di skeliling mereka, hingga panduan benda apa yang tidak boleh ia konsumsi karena akan membahayakan program mereka.” lanjutku.

“Mereka berkembang mempelajari alam sekitar dengan panduan Programer, hingga pada suatu ketika David mentransfer program kehidupanya pada partnernya untuk memproduksi tubuh fisik robot generasi berikutnya dengan program yang dia dapat dari David. Dari sinilah akan terjadi tiga fase perkembangan peradaban robot itu dimulai. Fase perintah dasar, fase mengembangkan pengetahuan, hingga fase akhir dengan perintah dan misi yang lebih kompleks.” tuturku.

AI 2

“Proses regenerasi itu terus berjalan hingga mereka memiliki keluarga besar, lalu mereka menyebar ke seluruh arena eksperimen. Proses berlangsung hingga akhirnya terbentuklah satu komunitas masyarakat kecil pertama. Dengan banyaknya robot dan komunitas yang menyebar, Programer memberikan protokol lanjutan untuk mengatur cara hidup mereka inilah fase kedua ketika mereka diberi perintah tambahan untuk mengatur kehidupan dengan variabel peradaban. Kau ingat kan protokol pertama hanya berisi panduan basik? Jika itu hanya untuk mengatur satu atau beberapa keluarga besar, Kini Programer itu mulai memberikan panduan tentang cara bersosialisasi dan berlaku antar robot dengan peradaban yang mulai terbentuk melalui robot terpilih yang disebut ‘avatar’ yang akan memberikan mereka informasi protokol berikutnya melalui format Wall yang hanya diprogram untuk tunduk pada perintah programer.”

“Para robot tadi terus beregenerasi, membentuk komunitas sosial yang menuntut mereka untuk belajar bagaimana bersepakat, setiap kelompok komunitas yang tersebar di area eksperimen memiliki problematika yang berbeda berdasarkan arenanya, untuk itulah Programer mengirimkan avatar yang berbeda dengan tujuan mengapdet protokol sesuai dengan zaman dan area mereka berkembang” lanjutku. “Ada dua jenis avatar, yang hanya bertugas untuk mengingatkan kaumnya kepada protokol yang sudah ada, dan avatar yang datang untuk memberikan protokol baru yang juga akan menghapus protokol yang sudah ada. Dan setiap avatar memberikan mereka informasi tentang avatar terakhir yang akan menyempurnakan protokol ini.” kataku sembari mengganti persenenleng.

“zaman terus berkembang perlahan mereka membentuk peradabanya dari masa nomaden untuk mencukupi kebutuhan energinya, hingga mereka menetap dan menciptakan peradaban yang lebih lanjut, avatar terus diturunkan setiap jangka periode waktu, tujuanya untuk mengingatkan bahwa misi mereka adalah mematuhi protokol dari Programer. Uniknya robot berkembang ada yang tidak mengikuti protokol panduan. Itu semua karena AI, yang memberikan mereka kemampuan untuk mengambil keputusan dalam menyikapi masalah. Robot-robot yang tetap pada protokol lama itulah yang membuat adanya perbedaan kelompok tujuan hidup. Seperti halnya sebuah komputer yang memiliki program photoshop 1 hingga x8. Akhirnya ada banyak program dalam komputer itu meski sebenarnya photoshop X8 sebenarnya sudah mencakup semua versi sebelumnya. Begitu juga protokol para robot itu yang bagi sebagian robot menolak untuk di update. Padahal Protokol terbaru memiliki solusi dari permasalahan yang akan dihadapi oleh robot-robot itu, dan protokol terbaru bersifat menghapus protokol yang ada sebelumnya. Protokol yang tidak diapdet itulah yang membuat adanya banyak versi protokol.” kataku panjang.

“Terus bagaimana nasib para robot yang tetap bertahan dengan protokol lama? Maksudku bagaimana mereka tahu bagaimana menjalankan misinya jika mereka hanya terhenti pada protokol untuk sebuah zaman tertentu saja?” tanya Joy.

“Itulah masalahnya Joy, karena pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana jika kita adalah robot itu tadi dengan 4 element yang sama? Tubuh mekanikal yang sama dengan organ tubuh kuta, Prosesor dalam robot tak lain adalah otak kita, Kecerdasan buatan untuk mengambil keputusan adalah hati kita, dan baterai yang tak lain adalah nyawa kita, yang kita tidak punya kuasa sedikitpun atasnya.” tuturku menjelaskan makna analogiku tentang robot.

ADAM 1.jpg

“David hanyalah perumpamaan dari manusia pertama bernama Adam yang diciptakan oleh Programer super cerdas yang melampaui semua peradaban yang telah dibangun manusia, yang jika kau tidak keberatan menyebutnya sebagai tuhan. Allah, begitulah Ia mengenalkan dirinya dalam protokol kehidupan berupa kitab suci, yang ia turunkan melalui programnya, Wall atau malaikat. Programer kita menjelaskan dengan detil bahwa misi kita di dunia ini adalah untuk menjadi khalifa, yang bertugas menjaga bumi ini sesuai panduanya yang ia sampaikan melalui avatar pilihan dari waktu ke waktu. Avatar-avatar itulah yang kita kenal sebagai nabi dan rasul, yang memberikan kita panduan bertahap dari yang paling sederhana, yang disebut sebagai ten commandment of god, atau sepuluh perintah tuhan sebagai insturksi basik peradaban manusia pertama, hingga Al-Quran yang berisi instruksi yang kompleks yang mencakup panduan dari cara buang air kecil hingga mengatur tatanan masyarakat ekososbudpol, sebagai jawaban atas setiap permasalah manusia saat mereka mencapai peradaban tertinggi. Akhir zaman.” Joy masih tertegun saat kubuka analogiku.

ADAM 2

“Nabi adalah avatar yang bertugas mengingatkan kembali tugas protokol kehidupan, dan Rasul adalah avatar yang bertugas menyampaikan protokol baru yang akan menghapus protokol-protokol sebelumnya. Sedangkan manusia-manusia yang menolak untuk mengupdate protokolnya, padahal dalam protokol mereka sendiri telah disebutkan bahwa akan ada avatar terakhir yang menyempurnakan semua protokol dan menghapus protokol sebelumnya, orang-orang itu membentuk satu komunitas sendiri yang mereka sebut agama, sementara sang Programer sendiri, yang menciptakan semua protokol itu mengatakan, satu-satunya protokol yang diterima dalam system programnya adalah protokol terakhir yang merupakan inti dari semua protokol sebelumnya. Protokol itu disebut dengan protokol obedient yang memiliki arti berserah diri. ” kataku sambil bergumam melafalkan istigfar, tahmid, dan tahlil.

Categories: teologi | Tag: , , | Tinggalkan komentar

EPISTEME

TEBU 5A.jpg

“Menjelaskan konsep ketuhanan pada orang yang skeptis terhadap agama itu, seperti menjelaskan konsep google map kepada orang-orang suku pedalaman, jangankan google map, internet saja mereka tak paham. Jangankan tuhan, kendaraan mengenalnya saja mereka tak mau tahu.” kataku sambil memindahkan gigi kopling saat jalan mulai menanjak. Seperti yang kami rencanakan beberapa waktu lalu, hari ini kami hendak mengunjungsi sebuah desa yang tertarik menjadi salah satu pengembang budidaya jamur.

“Sehingga jika kau bertanya kepadaku tentang konsep pahala dan dosa, Itu sama seperti kamu diminta menjelaskan konsep isi ulang pulsa, pada orang pedalaman yang yang handphone saja mereka tak tahu.” kataku menyindir Joy.

“Yah bisa saja pak menjelaskan itu ke orang awam cuman ya puuaanjang hahaha males” kata Joy terkekeh. “Laiya itu Jo… jo.. ngerti kan nasibku menjelaskan itu ke kamu hahaha” balasku, kami tertawa. Kabut pagi masih menyelimuti jalan-jalan makadam yang membelah hamparan sawah desa kami ini. Kami berangkat sepagi mungkin karena desa yang kami tuju terletak jauh di antara kaki gunung.

“Ada layer informasi yang dibutuhkan untuk sampai ke sana. Untuk menjelaskan cara menanak nasi kita harus jelaskan dulu apa itu beras, dan untuk mengetahui apa itu beras kadang kita harus mengenalkan padi terlebih dahulu. Kau tidak mungkin meminta seseorang memasak nasi kalau padi saja ia tidak tahu.” lanjutku memberi landasan pemahaman pada Joy.

“Itulah kenapa aku butuh beberapa bab untuk menjelaskanmu tentang konsep ketuhanan seperti yang kuketahui. Untuk menjelaskan konsep bagaimana kita bisa tahu jarak sebuah lokasi dan berapa menit waktu tempuhnya dengan google map kepada orang pedalaman, kita butuh menjelaskan dulu kan apa itu smartphone? Dan kalau mereka masih menganggap itu adalah sihir karena nggak LOGIS, ehremm.” aku menekankan kata-kata logis sambil tersenyum melirik Joy. Ia hanya tertawa kecil. “…kita harus mundur beberapa tahap dengan menjelaskan apa itu internet, dan untuk menjelaskan internet kita harus yakin mereka paham tentang gelombang listrik, bahkan sebelum mereka paham tentang gelombang listrik kita mungkin harus menjelaskan tentang listrik. Iya nggak?” tuturku panjang.

“Kalau maksudmu tentang sejarah agama, aku sudah khatam pak!” balas Joy membetulkan topi koboinya. “Oh ya?” tanyaku heran.

“Tuhan itu hanyalah konsep ide yang diciptakan manusia dari waktu ke waktu. Tuhan hanyalah gagasan yang diciptakan alam pikiran manusia karena mereka merindukan sosok yang sempurna. Sesuatu untuk menjelaskan segala hal yang tidak mereka pahami.” lanjut Joy mulai menggerakkan tanganya. Aku mendengarkan.

“Salah satu contohnya adalah dahulu bangsa viking menganggap fenomena gerhana bulan itu adalah akhir dari dunia, bahwa sebuah sosok yang jahat sedang melahap matahir. Sebuah fenomena yang menakutkan. Itulah kenapa setiap kali terjadi gerhana, mereka menyeru kepada semua orang untuk berteriak ke arah bulan. Hal itu mereka lakukan untuk menakut-nakuti sang monster yang tengah melahap matahari. Hal itu terus mereka lakukan hingga monster itu ketakutan dan memuntahkan kembali matahari. Haha… sungguh hal yang konyol bukan?” lanjutnya sambil tertawa. Aku juga ikut tertawa mendengar hal itu.

“Ketika zaman telah berubah, kita tahu bahwa semua itu bisa dijelaskan dengan sains, lucunya masih ada saja orang yang percaya akan hal-hal seperti itu dan menjadikanya sesembahan. Bagiku teori evolusi lebih masuk akal daripada harus percaya dengan takhayul seperti itu. Itu penghinaan pada sains”. tutupnya.

“Hmm… bagaimana menurutmu dengan Islam?” tanyaku.

“Islam malah baru ada sejak 1400 tahun yang lalu, maaf Pak jangan tersinggung, tapi dari beberapa artikel di internet aku bisa setuju bahwa Islam cuman agama yang diciptakan dari rangkuman-rangkuman agama sebelumnya. Manusia merevisi konsep ketuhanan karena tahu bahwa tuhan yang mereka ciptakan tetap memiliki sisi kelemahan ketika mengadopsi bentuk-bentu di alam seperti matahari, gunung, sampai hewan. Sehhingga mereka sampai pada tahap menciptakan sosok abstrak, imajiner yang tidak bisa lagi dikritisi karena tak tampak. Bisa jadi pendiri Islam mengetahui hal itu dan segera mengambil pena.” lanjut Joy.

“Hmmm begitu ya, lalu bagaimana kau menjelaskan keberadaan alam semesta ini?” kataku sembari menggali pemikiranya agar aku mudah mencari analogi yang tepat untuk menjelaskan semua yang kupahami tentang Islam.

“Hawking sudah menjelaskan bahwa untuk menciptakan alam semesta ini kau hanya perlu tiga bahan utama, ruang, materi, dan waktu. Kau tak perlu tuhan untuk membuat itu semua sementara semua telah tersusun dengan sempurna akibat sebuah ledakan big bang.” kata Joy sambil menjentikkan jarinya.

“Jadi menurutmu tidak ada yang mendesain dan merencanakan berapa jumlah jari manusia, rantai makanan, hingga rumus DNA yang begitu kompleks?”

“Itu sudah dijelaskan dari teori chaos and order pak, sebuah kekacauan yang satu banding sekian juta kemungkinan akan menciptakan satu struktur yang tertata rapi.” lanjutnya. “Kebetulan maksudmu?” tanyaku.

“Yahhhh… kemungkinan satu di banding sekian juta kejadian Pak” jawabnya dengan gimick tangan sedang membentuk timbangan.

“Menurutmu berapa kemungkinan jika kau menumpahkan tujuh warna kaleng cat yang kulakukan berkali-kali hingga jumlah tak terhinga, cat-cat itu akan membentuk satu gambar lukisan desa dengan Supri di dalamnya?” balasku menanggapinya setengah bercanda. Semua yang ia tanyakan membuatku lagi-lagi teringat akan orang itu. “Berapa miliar kali percobaan menumpahkan cat ke dalam sebuah lembaran kertas hingga akhirnya setiap lembaran kertas itu berjajar huruf-huruf rapi yang bisa dibaca sebagai buku saku pramuka?”

“Ya tentu nggak semudah itulah Pak… tapi aku ngerti arah pembicaraanmu. Kejadian sepersekian kemungkinan itu menciptakan sebuah komposisi sel yang sederhana di permulaanya, kerumitan yang kita temui sekarang itu adalah hasil dari evolusi dan seleksi alam yang telah terjadi sejak miliaran tahun lalu Pak.” balas Joy.

“Baiklah, atau kusederhanakan lagi, berapa kali percobaan menumpahkan dan meledakan kaleng cat berwarna warni hingga kau bisa menemukan kemungkinan terbentuk stiker kartu nama bertuliskan Badut Sulap Dekor dengan nomor telefon berjajar cantik di bawahnya? Apa menurutmu jika sebuah kartu nama jatuh dari langit dengna tulisan berjajar rapi di atasnya terbentuk tanpa ada yang menciptakan adalah sesuatu yang logis?” Joy sempat terdiam dan berfikir.

“Tentu saja itu nggak logis Pak” balas Joy hati-hati. “Lalu apa yang membuatmu berfikir bahwa DNA, yang oleh para ilmuan disebut sebagai buku instruksi kehidupan dengan kerumitan yang luar biasa tersusun dengan sendirinya? Apakah itu hal yang logis?”

DNA.jpg

https://goo.gl/8eF9yz

“Ya kalau itu harus ada yang membuatnya pak, dan yang membuatnya itulah yang dulu terbentuk dari tahap yang paling sederhana. Satu sel.” jawab Joy.

“Ok, pertanyaanya akan kuganti, apakah menurutmu sebuah ledakan bom atom, atau ledakan reaksi kimia lainya bisa menghasilkan sebuah kehidupan yang memiliki sel tunggal sekalipun?” Joy terdiam.

“Kau mungkin tahu apa susunan seekor lalat, jika kau ekstrak mungkin kau akan menemukan protein, zat besi, kalsium, dan beberapa zat kimia lainya, tapi tidak berarti jika kau menggabungkanya dengan ribuan eksperimen sekalipun akan membuatnya jadi sesuatu yang hidup bahkan menyerupai seekor lalat sekalipun” kemudian akupun bertaawud lalu mengutip Surat Al Hajj ayat 73;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” kataku menutup argumenku.

“Hawking bisa saja mengatakan alam semesta terbuat dari tiga bahan utama, ruang waktu, dan materi, mungkin ia bisa menciptakan semesta dari bahan-bahan itu, tapi ia tidak akan bisa menciptakan kehidupan… nyawa adalah sesuatu yang ghaib. “Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang’ Al-Hasyr 22”

“Wah.. seru juga ya pemikiranmu Pak, aku bisa menerima sudut pandangmu tapi Hawking mengatakan bahwa waktu itu dimulai setelah terjadinya Big Bang, itulah kenapa tidak mungkin ada proses penciptaan sebelum big bang karena tidak ada waktu sebelum itu, semua tercipta hanya memerlukan satu hal. Gravitasi. ” balasnya mantap.

“Untuk menjelaskan itu aku butuh mukodimah dulu Jo, informasi yang harus kamu tahu sebelum aku menjelaskan lainya, karena kalau aku bilang tuhan tidak terikat waktu, kau pasti akan melihat itu sebagai argumen pelarian saja kan?”

“Tuhan tidak terikat waktu Pak? Wah aku kecewa pak, dari tadi penjelasanmu lumayan logis tapi sampai di sini sudah mulai goyah Pak!” kata Joy mengangkat kakinya dengan posisi bersila di kursi mobil.

“Tunggu dulu… makanya kubilang aku butuh mundur nih, kalau kamu orang suku pedalaman yang gak tau teknologi dan aku bercerita tentang internet pasti akan mengatakanku tidak logis, makanya aku butuh menjelaskan mereka tentang gelombang listrik. Nah dalam kasusmu, aku butuh menjelaskan tentang konsep rentetan kejadian yang kamu potong tadi.” kataku. “Oh ok pak lanjut!” balas Joy.

“ada hal yang aku sepakat dengan pendapatmu dan ada yang harus kukoreksi. Adam adalah nabi pertama dalam Islam, sedangkan Muhammad adalah nabi terakhir. Islam secara definisi arti adalah berserah diri kepada tuhan, dan ada lebih dari 1400 yang diutus sebelum Nabi muhammad yang membawa ajaran penyempurna ajaran agama sebelumnya, aku setuju karena agama juga berevolusi” lanjutku Joy segera membalas. “Nah kan.. apa kubilang” kata Joy

“Sebentar, aku setuju dengan teori evolusi, tapi bukan seperti yang dikatakan Darwin. Ini adalah pendapat pribadiku, jadi kalau salah jangan salahkan agamaku.” lanjutku. “Siapp komandan…!” balas Joy mengacungkan jempol.

“Ok aku akan menggunakan analogi Programer dan karakter game. Bagaimana menurutmu jika kita memberikan kecerdasan buatan pada karakter dalam game yang kita ciptakan, lalu kecerdasanya berkembang dan ia mulai mengatakan, manusia tidak mungkin ada karena sebelum ada komputer tidak mungkin ada game” Sedangkan kita tahu, manusia tidak butuh komputer untuk eksis. “Menarik Pak… lanjut!” kata Joy dengan mata berbinar.

“Bagaimana menurutmu jika Super Mario Bros yang ada dalam game nintendo bilang ‘aku tidak percaya manusia itu ada, kalau memang manusia itu ada kenapa aku tidak bisa melihatnya? Dan kalau memang manusia itu cerdas sehingga bisa menciptakanku, kenapa ia menciptakan pula monster-monster kecil yang bisa membunuhku jika kutabrak?” lanjutku sembari melakukan impersonate mario dengan menjadikan suaraku lebih berat layaknya doraemon sambil tertawa.

“Asseemmmm….” balas Joy sembari tertawa matanya bersinar dengan rasa ingin tahu.

“Programer kita sudah mengenalkan dirinya melalui sebuah avatar yang diutus di dalam dunia game itu. Dialah Allah yang maha tunggal, yang tidak beranak dan diperanakkan, dia maha esa, yang tidak ada satupun yang menyerupainya.” tuturku.

“Wah programer, masuk pembahasan realitas virtual ini Pak?” tanya Joy dengan senyum lebar. “Sik.. ambilkan dulu botol minum di belakang, serak tenggorokanku.”

 

Bersambung…

Categories: teologi | Tag: , | Tinggalkan komentar

DOGMA

TEBU 4

Awal mula aku dan Tarjo berdiskusi masalah teologi adalah ketika kami sedang mendapat giliran ronda. Malam itu aku, Joy, bersama dua orang lainya, Supri dan Edi Brok sedang mendapat jadwal ronda dari Pak RT. Malam itu kami sedang mendiskusikan konsep rizky hingga kami mendapat kiriman kolak dari pak RT. Kala itu Supri yang memang menjadi lawan sengit diskusi Tarjo langsung berceloteh.

“Nyohh.. Jo… ini yang namanya rejekki, rejekki itu datangnya dari Allah, kita yang gak kerja tiba-tiba dapat kiriman ini… jadi mana bukti dari hukum kerja keras?” katanya sambil membagi mangkuk bergambar ayam jago kepada kami berempat. Secara personal aku kurang sependapat dengan cara Supri menanggapi pemikiran ‘nyeleneh’ Tarjo, tapi aku juga bisa memahami kenapa Supri bertindak seperti itu.

Dalam kalangan kelas sosial tertentu yang erat dengan nilai-nilai budaya maupun religi, mereka akan lebih cenderung resistan kepada ideologi baru dan menganggapnya sebagai ancaman yang membuat mereka terkadang bersikap terlalu defensif yang cenderung kepada agresif. Malam itu sebenarnya Joy tidak mau terlalu meladeni orang seperti Supri, namun cara Supri yang terlalu agresif menyindir membuat Joy sedikit kesal dan membalasnya dengan pertanyaan dogmatis.

“Di mana logika dari semakin sering kamu melakukan gerakan menungging lima kali sehari? Kalau mau sukses ya kerja keras, bukanya malah buang-buang waktu baca kitab dan sembahyang kan?” balas Joy sembari meniupkan asap rokok.

“Semua itu logis jika kau melihatnya dari sudut pandang yang tepat dan tidak menutup diri. Itulah kenapa orang-orang yang tak mau melihat sesuatu dengan adil dan menutup diri dari kebenaran dengan membatasi diri dari sudut pandang yang tepat disebut kafir!” belum kuselesaikan kalimaku Supri sudah memotong.

“Mangkanya… Kafir koe Jo!” selorohnya lalu tertawa sambil menyuapkan kolak yang sudah ia ambil di ronde ke dua. Joy tak membalas, ia tampak suda biasa menghadapi sikap Supri.

“Jangan salah paham, sebutan kafir adalah sebutan paling halus dari Allah kepada umatnya yang belum beriman. Arti kata kafir adalah menutup yang jadi bahasa serapan kover, sehingga dari asal katanya jika aku begini (aku menutupi wajahku dengan sarung rondaku) aku adalah kafir.” lanjutku.

“Wah asli Pak?” balas Joy. Sepertinya ia baru mengetahui hal itu, entah merasa lega atau senang tampaknya informasi itu membuatnya lebih nyaman dalam menghadapi orang seperti Supri. “Tapi ya nggak usah senyum gitu setelah tahu artinya” lanjutku.

“Karena dalam konteks penggunaan agama, arti kata kafir adalah orang-orang yang menutup diri dari kebenaran Islam. ‘Wahai orang-orang yang menutup diri’ begitulah cara Allah berbahasa dengan orang yang belum beriman.” tutupku aku menaruh kembali mangkukku setelah melihat Supri lahap menyantap kolak.

“Begitu juga dengan hal-hal ilogis dalam beragama. Bukan aturanya yang nggak logis tapi prespektif logikamu saja yang belum menjangkaunya” Joy terdiam, sementara Supri mulai mengolok-oloknya dengan kasar.

“Nggak sampai kowe mikirnya, ketinggian. Kebanyakan mikir aja sudah keblinger pikiran sendiri! Mangkane koe ngaji to.. ngaji… ” aku segera menepuk lembut paha supri sebagai tanda agar ia menahan diri.

“Bagaimana mungkin sesuatu yang ilogis kau bilang logis? Kalau kau bilang sesuatu yang ilogis itu hanya logika kita yang belum sampai, bagiku itu hanya pembenaran. Bukankah kau pernah bilang padaku, kalau teori evolusi itu gagal karena tidak ditemukanya transisi antara satu makhluk ke makhluk lainya, dan Darwin menyebut cara untuk membuktikan kegagalan teorinya dengan istilah missing link. pernyataan barusan itu nggak jauh beda dengan statement Darwin Pak.” Joy membalas dengan tegas.

“Tenang aku bisa menjelaskanya, kau tahu bahwa dibutuhkan waktu hingga ribuan tahun hanya untuk membuktikan kebenaran satu ayat?” tanyaku. “Ayat apa itu?” tanya Joy.

“Dalam Al-Quran di surat Al-Mukminun ayat 12-14 tentang tahapan terbentuknya janin di alam rahim yang kita baru bisa membuktikan di dekade terakhir ini, sedangkan Allah melalui Rasulnya telah menyampaikan itu 1400 tahun yang lalu.” Joy tidak berkomentar.

khilafat world.com

“Teori bigbang, universe yang mengembang, lapisan kulit, besi, dan banyak lagi hal yang telah disebutkan Quran, di mana hal itu bagi orang di zaman turunya ayat itu mungkin mengatakan bahwa itu hanyalah omong kosong, tapi bagi kita yang hidup di zaman di mana telah ditemukan teknologi ultra sound, Hubble telescope, dan lainya, ayat itu menjadi terbukti. Lalu bagaiman jika keberadaan setan dan makhluk astral lainya, dosa, alam akhirat yang di bahas dalam Al-Quran belum bisa dibuktikan hanya karena kita belum memiliki teknologinya? Begitu juga tentang konsep sholat lima waktu.” lanjutku. “Jika untuk membuktikan kebenaran satu ayat saja kita memerlukan waktu ribuan tahun, maka untuk hal-hal yang belum bisa kami jelaskan dengan nalar kami yang masih terbatas, kami menggunakan iman.” tutupku.

“Yah.. itu kan argumen dari hal-hal nggak logis lainya. Bagimana jika missing link dari teori Darwin juga belum ditemukan karena teknologi kita belum menjangkaunya?” balas Joy tak mau kalah.

“Yahh… boleh saja kau berpendapat seperti itu. Teori gelas dan air akan berlaku” kataku setelah sejenak merenungkan kata-kata Joy.

“Apa itu pak?” tanya Supri sambil melahap kolak. Joy yang pernah membahas hal ini dengan langsung menyahut, “Jika ada gelas berisi air separuh, orang postif akan mengatakan dengan penuh rasa syukur bahwa air dalam gelas itu ‘masih ada’ separuh, namun orang negatif akan mengatakan dengan pesimis bahwa air dalam gelas itu ‘tersisa tinggal’ separuh.” Supri dan Edi Brok mengawang. Mikir. “Bisa jadi analogiku dananalogimu sama-sama masuk akal, tapi itu semua hanyalah pendekatan dalam memahami sesuatu. Itupun kita olah dengan akal kita yang terbatas. Bagi kami sebenarnya cukup mengimani hal-hal yang belum bisa dijelaskan dengan akal.” lanjutku.

“Percaya buta dong Pak?” balas Joy.

“Tidak… Joy bagiku itu adalah keyakinan yang logis. Dari lembaga riset quran aku menemukan bahwa terdapat lebih dari 6000 ayat di dalam Quran dan 1000 lebih di antaranya membahas tentang sains, seperti yang pernah kubilang padamu. Tapi hari ini sains belum berkembang dengan baik untuk membuktikan semua yang ada di dalam Quran, kalau di analisa setidaknya 80% di antaranya telah terbukti 100% benar. Sedangkan 20%sisanya masih samar-samar, dalam artian bisa salah atau bisa benar. Jadi jika 80% dalam Quran telah dibuktikan 100% benar dan 20% sisanya bisa salah bisa benar, dan tak sampai 0,1% pun di dalam 20% itu terbukti salah maka logikaku akan mengatakan, insyallah 20% sisanya juga akan benar.” jelasku. Supri dan Edi mengangguk-angguk. Mikir.

“Aku sudah pernah baca pak kebanyakan lebih ke cocoklogi. Atlantis lah, candi borobudurlah.” balas Joy. “Eh tunggu Joy, jangan lihat pembuktian Quran dari tafsiran seperti itu. Setauku semua itu hanya teori, tafsiran beberapa olang yang coba mencocokkan dan wallahualam, aku sendiri juga tidak tahu. Saintifik yang kumaksud adalah yang tersurat di ayat Quran seperti yang kusebutkan tadi.” lanjutku.

“Ya kalaupun benar gitu pak, tetap saja yang 20% bleum terbukti kan?” balas Joy.

“Kalau pendapatku Jo, statement yang sudah dibuktikan saja membutuhkan waktu ribuan tahun hingga peradaban kita mampu membuat teknologi pembuktianya. Keyakinan kami bukan keyakinan buta, kami hanya sadar, ada sesuatu yang lebih besar dari kita dan memiliki pengetahuan yang luas melampaui peradaban kita yang mengklaim sebagai pencipta kita, dengan nama Allah. Dialah yang telah memberikan tanda kebesaranya melalui ayat-ayat dalam sebuah kitab suci. Dan di dalam kitab itu terdapat panduan berisi perintah dan larangan untuk mengerjakan sesuatu persis seperti buku manual sebuah mesin.” Aku memberi jeda.

“Jika mesin sederhana seperti mesin cuci saja memiliki buku panduan. Aku yakin manusia adalah sebuah mesin yang kompleks dengan bahan material unik, sistem tubuh yang canggih, Kecerdasan AI tinggkat tinggi, dan baterai yang memiliki waktu terbatas. Dan mesin canggih ini tentunya membutuhkan panduan bagaimana penggunaan dan perawatanya. Dan yang membuat kami patuh untuk mengikutinya adalah karena, di dalam kitab tadi juga berisi peringatan tentang hari di mana perbuatan kita akan diadili, layaknya perhitungan poin di akhir sebuah permainan, dan kami memilih. Mau mengakui keterbatasan akal kita dan mengimani sisanya atau menuruti akal logika kita yang terbatas dengan menunggu semua pembuktian yang mungkin akan membutuhkan ribuan tahun lagi .” jelasku.

Joy terlihat merenung sejenak lalu berucap dengan nada gamang “Ah itu kan teorimu Pak?” balasnya sambil membetulkan posisi duduknya. Gelisah.

“Einstein pernah mengatakan bahwa negative person always has a problem for every solution, tak peduli selogis apapun argumenku untuk menjelaskan agama, jika kau masih berfikir negatif tentangnya, akan selalu ada cara untuk menyanggah penjelasanku.” lanjutku. “Untuk hal-hal yang kami belum bisa menjelaskan dengan logis, kami cukup mengimaninya Aamantu billah.” tutupku.

“Eh sik..sik to… Bukanya Darwin itu yang bilang kalau makhluk hidup itu berevolusi? Piye maksute gagal?” Edi Brok menimpali. Pria jangkung dengan rambut kriting ala brokoli ini mulai angkat bicara. Nampaknya dari semua diskusi kami ia hanya terhenti pada bagian tersebut dan masih memikirkanya hingga sekarang.

“singkatnya darwin memaparkan teorinya dan dia tau ada celah dalam teorinya itu di mana semua orang akan menyerangnya, alih-alih ia mengurungkan teorinya, ia malah menjadikan celah teorinya itu sebagai sebuah gimik ‘the missing link’ atau rantai yang hilang.” Joy akhirnya turun tangan menjelaskan argumenku.

“Memangnya kenapa dengan rantai itu kang?” tanyanya polos… aku dan Joy sontah menghela nafas panjang bersama. “Laaaaah,… la kamu sendiri sudah ngerti belum teori evolusi?” tanya Joy.

“Ya pokoknya manusia berasal dari kera gitu kan” lanjutnya polos, kami tertawa. Sebelum Edi brok merasa bodoh, aku segera membantunya menjelaskan secara sederhana. “Intinya Darwin menyatakan bahwa semua makhluk yang ada di dunia ini dulu berasal dari satu sel… mmmm” aku berusaha mencrari istilah yang lebih sederhana.

“Satu jenis makhluk hidup” lanjut Joy. “Yah benar… semua dari satu hewan yang sama dan tiap-tiap jenisnya itu berevolusi mengikuti kondisi alam sekitarnya hingga mereka berubah bentuk jadi banyak jenis hewan seperti sekarang ini. Kalau itu benar kan harusnya ada rantai perubahan dari satu makhluk ke makhluk lainya sedangkan ia hanya membahas perubahan dari satu jenis hewan saja, paruh burung satu ke burung lainya. Atau hewan yang bentuknya mirip-mirip” aku menambahkan.

“Hoo… la terus masalahnya apa? Kan ada tuh di posternya dari monyet bungkuk, agak bungkuk, monyet setengah tegak, terus jadi… Supri!” lanjut Edi brok spontan menunjuk Supri yang sedang bersandar kekenyangan. Sontak kami tertawa lepas terbahak-bahak sementara Supri langsung mengumpat sana sini”

“Uasssuuu koe iki Brok! Itu mulut bisa dipinjem nggak?”

“Buat apa Pri?” balas Edi masih sambil terpingkal.

“Gae tak keplek… keplekne nang raimu (untuk ku tampar-tamparin di wajahmu)” balasnya membuat kami semakin terpingkal-pingkal.

 

Bersambung…

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

CLUE

TEBU 3.jpg

“Bagaimana menurutmu dengan logika hewan kurban? Ada orang mau menyembelih anaknya karena mendengar suara gaib? Hanya gara-gara satu kaum nggak mau ikut agama, tuhan menenggelamkan seluruh bumi, terus Penindasan wanita dengan jilbab, juga konsep bisnis yang meraup uang jutaan orang hanya untuk mengelilingi bangunan kotak yang disembah, malah bagiku nikah sesama jenis yang dibenci oleh kaum agamis, adalah hal yang paling logis sebagai insting survival manusia daripada harus poligami yang hanya menguntungkan kaum lelaki, perbudakan, jihad, hukum rajam, dan masih banyak lagi pak! Itulah yang membuatku yakin kalau agama itu tidak logis” Tarjo memaparkan argumenya seakan ia sedang melampiaskan uneg-unegnya yang selama ini tertahan.

“Wow.. santai Kang! akan kujawab satu-satu kok” kataku sambil tersenyum.

“Sory pak, kebawa emosi… soalnya setiap kali aku coba ngomong seperti ini selalu dicap kafirlah, komunis… padahal yang ngomong gitu juga aku tahu malamnya pasang nomer togel di Wak Su”. Tarjo mulai mengatur nafasnya. Dari caranya bicara aku bisa membayangkan bagaimana orang-orang yang ia temui menghakiminya dengan kata-kata yang buruk lantaran mereka tak mampu membalas pemikiran dengan pemikiran. Aku paham hal itu.

“Karena itukah kau benci agama?” tanyaku, Tarjo terdiam. Aku yakin ada satu moment pemicu semua yang ia jalani hingga sampai pada tahap ini. Moment yang membuat ia tersudut dan mulai mempertanyakan semuanya. Momen di mana seorang Tarjo merasa sendiri, dan tak ada satupun yang memahaminya.

“Itu salah satunya pak” jawabnya singkat dengan pandangan kosong. Aku tahu ada kenangan yang terlintas di benaknya saat itu, lalu ia berusaha menepisnya dengan menarik lamunanya dan menuang air putih ke dalam gelas.

“Musuh terbesar Islam adalah Muslim yang bodoh, yang ketidaktahuannya membawanya ke intoleransi, yang tindakannya menghancurkan citra Islam yang sebenarnya, dan ketika orang-orang melihatnya, mereka berpikir bahwa Islam adalah dirinya.” aku menutup kalimatku dengan menyuap nasi terakhirku di piring. Suasana hening sesaat.

“Syekh Ahmad Deedat. Penceramah perbandingan agama” lanjutku menyebutkan nama pencetus kalimat tersebut. Sejenak Joy merenung lalu beranjak dari kursinya menghampiri salah satu dinding dapur.

“Layanganya masih bisa terbang Pak?” Tarjo menunjuk sebuah layangan sawangan (jenis layangan dengan anterna besar yang bisa mengeluarkan suara mendenging) yang digantung di dinding dapur. Aku merasa Tarjo berusaha mengalihkan pembicaraan. Entah karena ia tidak ingin terlalu mendesakku sehingga membuatku tersudut, atau sedang berusaha mendinginkan suasana karena ia sempat tersulut emosi tadi.

“Oh… itu punya si Agus, dititipkan di sini karena takut disindir orang tuanya disuruh kawin, sudah beberapa bulan nggak di ambil lagi.”

“Agus tompel?” lanjut Tarjo dengan wajah tersenyum. Kami memang memiliki pengalaman berkesan dengan Agus ketika kami mengirim pesanan lele ke desa sebelah. “Gimana kabar anak itu sekarang?” tanya Tarjo.

“Kudengar ia sudah jadi TKI di Taiwan” balasku sambil tersenyum. Meskipun Joy memiliki pemikiran yang nyeleneh tapi ia masih memiliki moralitas yang tinggi, aku bisa merasakanya saat ia mulai mengalihkan pembicaraan dari pertanyaanya tadi hanya agar aku tidak merasa tersudut dengan pertanyaannya.

“Joy, kamu main game gak?” tanyaku sambil menenmaninya berjalan kembali ke teras rumah melalui sisi rumah. “Aanak IT nggak main game itu seperti Agus tompel nggak main layangan“ balasnya. Kami tertawa renyah.

“Kalau kau sedang bermain game dan menemukan satu rare item di tempat yang sulit dijangkau apa yang akan kau lakukan? Berusaha memutar otak dan mencari tahu cara mendapatkanya, atau mengatakan, game ini nggak logis dan berhenti sampai situ?” lanjutku.

“Jika ada rare item dalam game, meski terlihat susah dan tidak mungkin untuk dijangkau, itu berarti ada cara tersembunyi, hidden clue untuk menggambilnya. Gamer sejati pasti tahu itu Pak. Tinggal menganalisa pola game dan elemen di sekitar rare item tersebut” jawab joy sambil mengeluarkan bungkus rokok.

“Begitu juga dengan hal-hal ilogis dalam beragama. Bukan aturanya yang nggak logis tapi logikamu saja yang belum menjangkaunya, kau belum benar-benar mengamati pola peraturan beragama itu, apalagi menemukan hidden clue untuk memecahkanya.” lanjutku.

“Fuuuh… begini pak, aku nggak suka dengan agama itu karena aku merasa masih bisa menyandarkan moralitasku pada akal budiku, di tambah lagi lihatlah orang-orang yang beragama itu, sibuk menyalahkan agama lain”

“Tunggu… sepertinya kita harus pisahkan pembahasan antara agama dan pemeluk agamanya, agar kita fokus pada bahasan kita.”

“Apa bedanya pak? Bukanya itu satu kesatuan?” Joy berkilah.

“Seperti kata Syekh Ahmad Deedat tadi, pemeluk agama tidak selalu menjalankan agama dengan benar, maka tidak fair jika kita menghakimi agama hanya dari pemeluknya saja. Kau sendiri tidak terima kan jika orang negara lain mengatakan Indonesia itu memiliki sistem perundang-undangan yang bobrok, hanya karena beberapa gelintir koruptor dan penjahat yang ia lihat di televisi? Kita sepakat para penjahat itu tidak bisa merepresentasikan jutaan orang Indonesia lainya. Apa lagi sebagai alasan untuk mencela sistem perundang-undanganya, meskipun justru kebanyakan yang korup adalah anggota DPR, orang-orang yang dianggap lebih banyak tahu tentang negara dan undang-undangnya.”

“Masuk Pak!” Joy setuju dengan ucapanku. “Aku suka caramu menjelaskan, aku bisa menerima analogi ini.” lanjutnya tersenyum padaku.

“aku khawatir jangan-jangan skeptis dengan agama, mereka hanya malas untuk mencari tahu jawabanya? Malas berpikir, karena jika mereka menemukan jawaban logisnya, mereka tidak akan bisa lagi menghindari perintah misi “ibadah” yang diembankan pencipta pada kita?” Joy merenung. “Jadi kalau menurut logikamu orang yang mencoba mencari tahu makna di balik sesuatu yang ilogis adalah seorang gammer sejati Joy. Karena dalam Islam, Allah berkali-kali menantang orang-orang untuk berfikir, itu membuktikan bahwa agama itu haruslah sesuatu yang logis, meski belum semua logika kita bisa mencapainya.” Joy masih terdiam dan tersenyum.

“Kalau gitu coba jelaskan pak logika dari perintah agama yang kusebut tadi? Apa kau bisa menjelaskan secara logis Pak?”

“Insyallah, selalu ada hikmah dari syariat yang diturunkan Allah, kita saja yang kadang belum mengetahuinya. Beberapa bisa kujelaskan dengan singkat beberapa butuh pengantar”

Time is yours Paklek!” balasnya.

“Kasus banjir di zaman Nabi Nuh, selama yang kutahu di dalam Al-Quran tidak menenggelamkan seluruh bumi, karena seorang Nabi hanya diperintah untuk satu golongan kaum di suatu tempat saja dengan masa yang telah ditentukan.”

“Seluruh dunia Pak! Coba baca-baca lagi” balasnya.

“Awas, jangan terjebak narasi cerita hiperbola dari internet. Setahuku yang mengatakan banjirnya seluruh bumi itu dari Al-kitab, bukan dari Qur’an. Joy, Seorang atheis yang baik tidak bisa yakin sebelum meragukan sesuatu terlebih dahulu. Seorang atheis tidak boleh gemar mencontek karena malas mencari jawaban.” kataku.

“Meski hanya salah satu dari kedua kitab itu yang mengatakan, menurutku itu sudah bukti agama tidak logis.” balasnya.

“Hmm.. itulah kenapa sepertinya aku harus menjelaskan semua dari awal, agar aku tidak perlu menjawab satu-satu pertanyaan yang salah kaprah seperti ini. Mungkin jika kujelaskan dari konsep awal secara sendirinya semua pertanyaanmu akan terjawab Joy” lanjutku.

“Ok, terus nunggu apa lagi pak?” balasnya.

“Sudah sore, mau siap-siap sholat magrib dulu. Kita lanjut besok sambil ngecek lahan desa Gampingan bagaimana?”

“ya Okelah..!”

“Radioku gimana ini JOy?” balasku sambil mengingatkanya. “Tak bawa aja ya pak, tak betulin di rumah” balasnya sambil merapikan radioku lalu pamit.

“Sepertinya diskusinya seru mas” kata istriku yang baru saja keluar dari rumah sambil membereskan gelas kopi sisa kami. “Hehe, iya Dik. Tarjo mengingatkanku pada orang itu” balasku sambil meraih kain pel yang dibawa istriku.

“Semoga orang itu sehat-sehat selalu ya mas” balas istriku sambil tersenyum.

“Iya dik semoga dia baik-baik saja” kataku sambil melempar pandanganku ke beberapa petani yang beranjak pulang dari sawahnya dengan membawa beberapa sak rumput untuk ternaknya.

Bersambung…

Categories: renungan, teologi | Tag: , , | Tinggalkan komentar

BUKTI

TEBU 2a.jpg

“Jika untuk menemukan penawar sebuah virus para ilmuan melakukan berbagai penelitian dan eksperimen yang memakan waktu bertahun-tahun, bahkan tak jarang harus mengubah metode penelitian dan tak menyerah pada puluhan hasil nihil di awal, mengapa para pencari tuhan sepertimu harus menyerah dengan mengatakan tuhan tidak ada hanya dari beberapa kali eksperimen, apalagi dengan metode pencarian yang itu-itu saja sama?” kataku menyodorkan piring padanya di dapur pawon rumahku.

Rumahku bukan rumah yang besar. Aku dan keluarga kecilku memilih untuk tinggal di desa setelah beberapa kejadian yang kami alami selama di kota. Sebagaimana rumah di desa pada umumnya yang terdiri dari dinding beton di bagian depan dan dinding bambu di bagian dapur. Hanya lantai cor yang selalu kami pel pagi sore yang membuat rumah kami nampak bersih meski sederhana. Kami memasak menggunakan tungku, bukan karena kami tak mampu tapi memang lebih mudah mencari kayu kering timbang elpiji di desa ini.

Joy belum selesai membenarkan radio saat istriku meminta kami untuk masuk dan makan di dapur. Di lingkungan desa seperti ini sudah jadi tradisi untuk menawarkan tamu makan, apalagi pada jam-jam sore seperti ini.

“hmm menarik pak… tapi aku mulai meragukan tuhan sejak SMP dan itu bukan waktu yang pendek” kata Joy sambil menyiram sayur lodeh membanjiri nasi di piringnya.

Sing akeh tah! (yang banyak)!” kataku menyodorkan bakul bambu berisi nasi hangat. “Seadanya ya!” lanjutku.

“Laiya to, kalau yang gak ada ya gimana? Tuhan dong?” selorohnya sambil mengambil sebuah dingklik di depan tungku perapian.

Raimu…(mukamu)” balasku tersenyum lalu menyusulnya duduk di dingklik lainya. Di antara kami memang tidak ada formalitas dan kami sering merayakan kedekatan kami dengan hal-hal santai seperti ini.

“hanya mulai mempertanyakan, itu baru menemukan latar belakang masalahmu, tapi apa kau mulai meneliti dengan metode yang benar itu adalah hal lain bukan?” aku bertutur sambil menyodorkan kaleng kerupuk..

“masuk juga pak, tapi aku mulai benar-benar mencari dengan menemui kiyai, pastor, dan beberapa orang untuk mendiskusikan ini saat aku semester akhir pak, aku juga sudah baca beberapa buku terkait teologi!” kata Joy. Aku langsung teringat pengalamanku bertemu seorang dokter yang salah diagnosis yang membuatku harus mengeluarkan biaya berlebih, aku khawatir, Joy juga menemui orang yang salah lantaran gelar kiayi yang disematkan oleh masyarakat bukan karena ilmunya, lalu Joy menganggap fatwanya menjadi dasar menilai Islam. Terkadang kita hanya bertemu orang yang kurang tepat, tapi aku tak mau terlalu menyudutkanya dalam masalah ini.

“Itupun masih tahap pencarian data, dengan cara interview dan literasi, masuk?” kataku lalu menyuapkan nasi dalam mulutku perlahan.

“ya… bisa jadi pak.. teruskan saja dulu!” lanjut joy sembari menggigit kerupuk dengan beringas, membiarkan serpihanya berterbangan di udara. “Nah, masalahnya dalam penelitian butuh metodologi, dan setelah semua data terkumpul kita harus bisa mengolahnya secara tepat. Kecuali kau punya motif”.

“motif gimana pak?” balasnya. “Apa kau tahu bedanya research goal (tujuan penelitian) dan research purpose (maksud penelitian?)“ kataku, joy tersenyum.

“Gampang” Sambil mengacungkan kerupuknya ia bertutur, “tujuan dilakukan penelitian itu adalah menemukan fakta dari proses penelitian, misal untuk membuktikan asumsi awal apakah ganja bisa menjadi penyembuh kanker. Sedangkan maksud penelitian contohnya adalah untuk mendapatkan izin penggunaan ganja, atau bahkan melegalkan penjualan ganja. Ya sejenis motif itulah Pak.”

“Nah itu, biasanya penelitan dimulai dengan asumsi awal atau hipotesis, ada dua jenis peneliti. Peneliti yang berorientasi dengan hasil, ia menerima apapun hasilnya meski bertentangan dengan argumen awalya sendiri. Tapi peneliti yang memiliki motif mengarahkan penelitiannya hanya untuk memperkuat argumenya. Tipe seperti itu adalah tipe pembenaran, bukan pencari kebenaran. Nah kamu termasuk yang mana Joy?” balasku, Joy tersenyum sambil mencelupkan krupuk ke dalam kuah sisa kuah sayur di piringnya.

“Biasanya ia membuat penggarisnya dulu sebelum meneliti seperti; jika tuhan itu ada dan baik seharusnya tidak ada neraka untuk menyiksa, atau kalau tuhan itu ada dan penyayang seharusnya nggak ada orang miskin dan menderita di dunia ini, jadi selama masih ada orang menderita tuhan nggak mungkin ada. Atau yang lebih sering kita temui, kalau agama itu benar, harusnya bisa bikin pemeluknya baik, lah si anu agamanya anu tapi masih suka ngomong kasar, berarti agama anu bukan agama yang benar, dan seterusnya…”

“Penggaris…? premis maksudmu pak? Jika A adalah B sedangkan A harusnya C makah A bukanlah B logika matematika seperti itu kan Pak! Ya nggak papa kan, namanya juga penelitian, kan harus berangkat dari asumsi awal”

“tentu saja nggak papa, tapi terkadang sebelum memulai mencari jawaban, kita harus belajar bertanya dengan benar. Kalau seperti itu setiap mereka melihat agama, mereka mengukur dengan penggaris logika mereka, ada orang jahat nggak di agama itu? Kalau masih ada yang jahat berarti bukan agama yang baik. Sedang kita tahu, kalau ada mobil BMW nabrak marka jalan, bukan berarti mobilnya yang gak canggih kan, tapi bisa jadi yang nyetir aja belum ahli menggunakanya. Kalau mau beli mobil kan harus dilihat dari spek info dari perusahanya langsung, bukan lihat berita tentang ada nggak kecelakaan dengan mobil itu? Sama saja dengan kalau ada berita tentang kecelakaan mobil”

“Yah meskipun gitu kan bisa aja kita tanya dari testimoni orang, gak harus lihat dan ngecek mobilnya sendiri to?”. “boleh, tapi jangan jadikan acuan, karena kita sedang berbicara penelitan. Testimoni bisa mengurangi nilai objektivitas, apalagi kalau lagi-lagi pertanyaanya salah ditambah respondenya nggak bener, ditambah lagi pengambil kesimpulanya berpihak”

“Ingat Joy, bisa jadi orang menghabiskan hampir seluruh hidupnya hanya untuk mencari sebuah jawaban… dari pertanyaan yang salah.” tutupku sambil menyuap nasiku. Joy terdiam. Matanya tertuju pada serabut kelapa yang ada di dalam tungku perapian, meski aku yakin pikiranya tengah mengawang ke tempat lain.

“Masuk juga seh pak, tapi nggak bisa di pukul rata gitu ke semua ateis. Jalan mereka macem-macem, aku juga nemu jalan sendiri” lanjutnya. Piringnya telah bersih tanpa sebutir nasipun tersisa, kini ia hanya memegang kerupuk sambil memakanya perlahan.

“Ilmuan sejati menjalankan penelitianya dengan keyakinan yang kuat bahwa ia akan menemukan sebuah serum yang akan menyelamatkan jutaan orang, dan tidak menyerah meski harus ganti generasi. Kenapa kau berhenti”

“Masalahnya agama itu dogma bukan sains Pak… dan kalau kau bisa buktikan secara ilmiah tuhan itu ada, aku akan fair kok Pak!”

“Tunggu… sekarang aku bisa melihat apa yang salah. Bagaimana jika kukatakan bahwa agama itu adalah sains tingkat tinggi? Advance science?” kataku sembari menaruh piring dan mengambil kendi air.

“Sains apanya? Angkat tangan ke langit berharap yang sakit bisa sembuh? Cari obat, minum obat, operasi dan lain-lain, bukanya malah kasi seserahan ke tuhan”

“Sekarang aku malah bisa melihat kesalahan metode pencarianmu. Kau dari awal sudah membuat kesimpulanmu sendiri bahwa agama bukan sains lalu mulai meneliti dengan statement itu, itu sama saja kau mau meneliti tentang jumlah populasi manusia, tapi dari awal kau sudah membuat kesimpulan manusia hanya orang yang berpendidikan, sehingga orang yang tak berpendidikan tidak akan dihitung sebagai bagian dari populasi, tentu saja kau akan mendapat hasil yang salah”. lanjutku.

“Terus, apa pak buktinya kalau agama itu logis? Bukanya malah orang yang mempertanyakan tuhan dicap kafir? sesat?” balas Joy dengan raut serius.

“Kata siapa? Buktinya Al-Quran sendiri sering menantang kita untuk berfikir. Berbeda dengan Darwin, yang tahu bahwa teori evolusinya gagal karena tidak ada bukti adanya evolusi transisi dari satu makhluk ke makhluk lain, dan sebelum orang lain mempertanyakan hal itu ia sendiri membuat istilah ‘the missing link’ atau rantai yang hilang menjadi bagian dari teorinya agar tidak dibantah. Berbeda dengan Al-Quran, jika memang agama dinilai tidak logis, alih-alih menutup pintu logika, Al-Quran malah menantang manusia untuk menggunakan logikanya. Kalau agama lain melarang untuk bertanya aku tak tau” tuturku.

“Jadi Al-Quran menantang untuk pakai logika pak?” kata Joy dengan mata berbinar, ia sudah tak sabar memaparkan rentetan argumenya tentang kelogisan beragama.

“selama yang kutahu 80% statement dalam Al-Quran tentang sains telah dibuktikan tidak ada yang salah, sedangkan 20% sisanya belum bisa dibuktikan apakah benar atau salah. Dari situ kita bisa tahu kan kalau pendekatan ilmiah bisa dilakukan dalam membuktikan firman Allah.”

“Yakin pak? Ok, Sekarang coba jawab pertanyaanku! (krauss!!!)” Joy melahap potongan terakhir kerupuknya, menaruh piringnya, lalu menepuk-nepuk kedua tanganya.

 

 

Bersambung…

Categories: teologi | Tag: , | Tinggalkan komentar

ALIEN

TEBU.jpg

 

“Aku heran, kenapa begitu banyak orang tidak percaya tuhan atas dasar sains, lalu menghabiskan puluhan juta untuk sebuah ekspedisi mencari Alien yang juga belum bisa dibuktikan ada.” kataku sambil menyuguhkan secangkir kopi hangat pada Joy. Nama aslinya Tarjo, tapi ia lebih suka dipanggil joy, penikmat kehidupan tuturnya.

“Tapi tanda-tanda keberadaan Alien bisa dibuktikan pak” katanya masih sambil mengutak-atik radio kami. Joy adalah lulusan sarjana teknik dari salah satu kampus terkenal di ibu kota, sudah dua tahun ini ia memilih untuk kembali ke desa, ingin jadi pengusaha lele katanya. Aku akui joy termasuk orang yang tidak berfikir seperti biasanya, tiga tahun ia bekerja di perusahaan ternama di ibu kota dengan gaji yang besar tak membuatnya terlena untuk tetap tinggal di sana. Ia mampu segera membaca arah bahwa sebesar apapun gajinya, ia tetaplah karyawan yang menukar waktu dan tenaganya untuk mengabdi pada perusahaanya.

Joy segera bertindak dan banting stir ingin berdikari di kampung sendiri. Memang benar, tak sampai setahun ia sudah memiliki sebuah usaha yang memiliki potensi berkembang yang lebih luas lagi, kepandaianya dalam membaca situasi membuatnya cepat menemukan orang-orang tepat untuk mengembangkan usahanya. Bahkan tak sedikit orang yang membaca arah usahanya dengan sukarela menjadi investor atau setidaknya bergabung dengan ide usahanya. Aku salah satunya.

Namun sayang, dari semua kecemerlanganya itu ia membawa satu pemikiran yang ia dapatkan di ibukota tentang konsep ketuhanan. Tak jarang pula ia mengutip beberapa penulis ternama untuk menguatkan argumenya, tapi di saat yang sama aku melihat ia adalah pencari ilmu yang objektif. Ketika semua orang di kampung mentok dengan argumen-argumenya dan mengiyakan saja pendapatnya, Tarjo tak bergeming dengan pendirianya. Meskipun beberapa memandangnya sinting, tapi ia adalah orang yang objektif. Ketika ia tidak mengetahui tentang sesuatu ia akan diam dan membiarkan argumenya dijadikan bulan-bulanan lawan bicaranya. Tak ada upaya untuk membela diri dengan argumen-argumen pembelaan, ia nampaknya paham, hal seperti itu hanya akan membuatnya tampak bodoh. Aku bisa membaca hal itu ketika suatu hari kami mendapat giliran jaga ronda bersama.

Satu kali aku pernah membantah logika rumitnya hanya dengan satu perumpamaan kecil yang membuat dia terdiam. Sejak saat itulah ia tampak antusias mendiskusikan semua pemikiranya denganku, mungkin karna aku terkadang memberikan sudut pandang lain yang tidak ia temukan saat berdiskusi dengan yang lain. Bisa jadi itulah hal lain yang membuat kami sangat dekat, selain karena alasan partner bisnis. Aku sendiri menghargai pemikiranya dan menanggapinya sebisaku dengan sudut pandang lain yang pernah kudapat dari seseorang yang pernah kukenal dulu.

“anehnya kedua hal itu sama-sama bisa kita cari dengan tanda-tanda yang bisa kita pelajari bukan” lanjutku sambil mengambil posisi menyandar di kayu penyangga teras rumahku.

“Lalu” balasnya.

“lalu itulah yang membuatku heran, kenapa mereka percaya pada satu hal yang mereka harap ada melalui tanda-tanda keberadaan dan tidak ingin mempercayai keberadaan lainya yang juga bisa cari dengan tanda-tanda?”

“entahlah, mungkin karena agama itu membosankan? Haha. Orang beragama menyalahkan kejahatan pada sesuatu yang tidak ada alias setan karna terlalu malas untuk bertanggung jawab, dan menyerahkan semua kerja kerasnya pada tuhan karena terlalu malas untuk berusaha” Ia mengulangi kalimat andalannya.

“Itulah yang membuatku curiga, jangan-jangan mereka hanya malas menjalankan misi dan tugas yang sudah diembankan kepada mereka yang dalam konteks agama disebut dengan ‘ibadah’ lalu mencari-cari alasan dan teori untuk bisa membenarkan tindakanya”

“hmmm… dua sudut yang berbeda tentang kemalasan ya”

“Begitulah, tapi menarik juga perkataanmu tentang setan dan tuhan, terkadang itulah yang membuatku ingin bertanya lebih, kau tidak percaya setan tapi berharap menemukan Alien, bagaimana jika Alien itu ciptaan syetan untuk mengaburkan pikiranmu?”

“Atu Alien yang menciptakan konsep setan untuk menutupi keberadaan mereka?” balasnya cepat. Aku berhenti sejanak, wajahnya menyiratkan rona kemenangan yang tertahan, cocok sekali dengan istilah merendah untuk meroket.

“Hmm.. jika Charles Baudelaire mengatakan “ greatest trick the Devil ever pulled was convincing the world he didn’t exist. “ aku melihat mungkin kau salah satunya.” balasku sambil tersenyum. Saling balas argumen dengan sedikit sindiran seperti ini sudah biasa kami lakukan di sela-sela diskusi kami tanpa ada yang merasa terpojok. Tidak seperti apa yang biasa kami lihat di sosial media, sepertinya dengan cara tertentu kami sepakat bahwa perbedaan adalah satu cara untuk memperluas pemikiran, dan kita tidak perlu merasa menang atas satu sama lain, karena sejak awal bukanlah itu tujuan dari perbedaan.

“Bisa jadi… hahaha atau mungkin akulah yang menipu setan dengan berpura-pura percaya kalau setan itu tidak ada, sehingga ia mengira bahwa setan benar-benar ada.”

“Halah..” balasku, sesaat kami saling pandang dan tertawa renyah satu sama lain.

“Tapi aku sendiri lebih nyaman melihat dari sudut pandang lain. Jika kau mengritisi suatu konsep, ada baiknya kau pahami dulu keseluruhan konsep tersebut, karena jika kau berfikir parsial, maka kau hanya akan mendapatkan informasi yang kau inginkan saja, ya meskipun memang, terkadang dalam mencari kebenaran itu kita hanya mencari informasi yang kita inginkan saja bukan.”

“Lalu apa konsep yang kau maksud itu pak?” tanyanya serius ia menaruh obengnya. Joy mulai menuang kopi panas ke dalam cawan kecil yang menyertai gelas kopi tersebut.

“Loh la radionya sudah beres belum?”

“Ngudut dulu lah pak!”

 

 

——————————————–
Bersambung minggu depan
——————————————–
Categories: teologi | Tag: , , | Tinggalkan komentar

Ghazwu lFikri (perang pemikiran)

samurai_slash_by_artoftu-d56o5in

Satu adegan filem menampilkan cuplikan tokoh utama dengan pedang samurai berlari melintasinya lalu dengen sekelebatmata tubuh lawan yang besar telah terpotong menjadi dua dengan efek angin dan musik yang keren. Apa yang ada dalam benak kalian?

***

semua dimulai ketika maraknya filem zombi. Pada awalnya saya hanya memandangnya sebagai sebuah filem fiksi yang menggambarkan kehidupan nanti ketika manusia mulai terjangkit oleh virus yang membuat dirinya menjadi zombi. Sebuah mayat hidup. Well konsepnya sederhana, dia menjadi monster dan kita bertahan  hidup dengan mempertahankan diri dari seranganya, bagaimana? Yak benar.. head shot!

Awal keresahans aya adalah ketika saya masih anak-anak. Dan selayaknya semua anak sebagai representatif manusia dengan segala bekal sifat baik dan naluri manusiawinya. Saat itu saya sedang menggandrungi sebuah permainan game di mana tokoh utamanya adalah ksatria dengan pedang. Saya selalu membayangkan diri saya sebagai satria yang memiliki pedang imajiner yang harus membasmi monster-monster buatan imajinasi saya dengan cara menebasnya.

Imajinasi saya yang tinggi membuat saya suka merekonstruksi satu dunia di mana saya harus bertarung menghadapi musuh-musuh dengan pedang dan jurus yang dapat membelah mereka dengan kilatan cahaya dan sabetan angin yang tersirat. Hingga satu ketika saya mengaplikasikan hal itu pada kehidupan nyata, di mana saat itu saya berimajinasi melawan para penjajah belanda. Namun ada satu hal yang berbeda ketika saya dihadapkan dengan para penjajah. Hati nurani saya mengambil andil bicara dengan mempertanyakan apakah saya akan dengan sadisnya membelahnya? Ternyata tidak.. kenapa? Karena dia juga manusia dan saya menghargainya sebagai nurani. Al hasil saya merubah sedikit imajinasi saya dengan memberikan tanduk dan taring pada para penjajah sehingga mereka tidak menyerupai manusia lagi dan saya dengan tanpa dosa menebasnya dengan jurus imajiner saya. Kenapa? Karena saat itu saya tidak sedang membunuh manusia.. tapi membunuh monster. Pembenaran awal pada masa itu.

Entah mengapa saya merasa semua filem telah membiasakan kita kepada sebuah era di mana darah dan nyawa adalah hal yang murah. Di jaman saya dulu ketika seorang meninggal karena kecelakaan merupakan hal yang miris dan memprihatinkan tapi bukankah sekarang dengan filem kita sudah akrab dengan darah dan sumpah? Kecurigaan saya pada filem zombi adalah “mereka” meletakan satu pendekatan di mana manusia harus tega membunuh kaumnya sendiri. Dilemanya adalah, dia adalah manusia, namun dia bukan manusia. Dan dalam bentuk game kita akhirnya tanpa merasa berdosa bisa membantai dan mengalahkanya dengan cara yang kita suka.

hr_the_walking_dead

Namun semakin ke sini penembakan dan pembunuhan dalam sebuah filem dikemas dengan gerakan dan jurus yang menakjubkan sehingga tanpa sadar kita tidak lagi peduli pada esensi adegan tersebut adalah adegan pembunuhan. “mereka” membelokan perhatian dengan kemasan visual yang menakjubkan. Combo dan brutality dalam mortal combat, jurus sabetan pedang yang membuat tubuh terbelah, aksi tembak menembak dikepala sebagai image karakter macho yang diperankan oleh lelaki gagah dan ganteng, kemudian pemberondongan peluru oleh penjahat pada tokoh utama yang akhirnya mati secara gagah berani dan sebagainya. Saya hanya berfikir itu adalah pengantar kita ke dalam sebuah zaman di mana pembunuhan adalah hal yang wajar dan nurani adalah hal yang bisa dibeli dengan budaya pop.

Acara kriminal yang menghadirkan cuplikan penembakan dan kekerasan banyak ditayangkan kenapa? Karena rating meningkat. Pada akhirnya saya bukanlah skeptis terhadap filem aksi yang menawarkan adegan darah dan pembunuhan, apalagi melarang melihatnya itu bukanlah hal yang bisa dicegah oleh saya bahkan keinginan saya sndiri untuk melihatnya yang saya coba lakukan adalah sebagai manusia hargailah nurani kita dengan selalu mengingat bahwa manusia itu mulia ketika ia bisa menghargai kehidupan dan memuliakan yang hidup.

Categories: renungan | 2 Komentar

Less is More

“Orang yang bahagia itu biasanya justru orang-orang yang tidak mencari kebahagiaan” kata mas Gilang singkat yang membuatku merenung beberapa saat.

Dengan santai ia memberiku waktu dan melanjutkan melahap sepiring nasi ayam yang kami ambil di acara pernikahan mas Maji pagi ini.

“OOOOOHHHHH…” kataku sontak membuat mas Gilang menoleh.

“Bersyukur ya mas..” mas gilang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. khas ketika ia memberikan jawabn iya. “orang yang bahagia tidak lagi bingung mencari kebahagiaan karena mereka telah bersukur akan apa yang mereka dapatkan… bukankah gitu?”

 

“Less is more” jawab mas Gilang santai.

 

Begitulah kawan. hari ini aku belajar banyak hal. aku benar-benar membuktikan keampuhan “yess man”.

dulu ketika pertama mendaftar aku melihat Mas Gilang sebagai seorang yang jauh di atasku. entahlah dari mana aku mendapat keberanian itu untuk mendekatinya dan mengajaknya mengobrol. tapi yang jelas saat itu aku merasa bahwa aku harus melakukan sebuah percakapan dengan salah seorang pendaftar di kursi antrian wawancara masuk ITB itu. Dan kalian tahu? saat itu aku mengatakan YES pada perasaan… ‘apakah aku akan menghampirinya dan berbicara padanya?’

 

“Gak ada yang kebetulan, semua itu pasti ada alasanya” itulah yang dia katakan pagi ini. dan nanti kalian akan segera tahu bagaimana keputusanku menjadi “Yess man” tadi terbukti.

 

“Kamu tau tentang energi Hado?” kata mas gilang sambil menjelaskan tentang sebuah buku yang menjelaskan kalau air itu memiliki reaksi tertentu pada kata-kata yang diucapkan padanya. ketika dikatakan sesuatu molekul-molekul air itu akan membentuk bunga-bunga kristal yang sangat indah. “air aja bisa seperti itu, apalagi manusia dengan hatinya” katanya setelah membicarakanya. dan dia menjelaskan bahwa ada 2 kata yang kuat yang mampu membentuk molekul air tersebut menjadi kristal yang sempurna. dua kata itu adalah.. “Cinta dan Terimakasih”

 

acara resepsi pernikahan segera dimulai dan kami masih asik dengan diskusi kami.

“kamu tahu? kenapa para profesor biasanya umurnya sangat panjang… dan kenapa kebanyakan orang jaman dulu umurnya panjang?” kata mas yang membuatku kembali merenung.

“aku pernah baca…” kata mas Gilang melanjutkan, memahami kebingunganku… “…jadi sebenarnya setiap benda yang ada di alam ini itu memiliki sebuah perasaan. dan mereka bisa memberi imbal balik pada kita… lebih tepatnya pada apa yang kita lakukan pada mereka” aku masih tetap menyimak…

 

“seperti halnya air tadi. sebenarnya manusia itu memiliki sebuah kunci dalam ‘menyeting’ lingkunganya. dan itu ketika pikiran dan perasaanya selaras. kamu pernah kan merasa kata-kata orang itu omong kosong? nah itu terjadi ketika ia berkata dan tidak disertai dengan apa yang sebenarnya ia rasakan. jadi semacam bohong. tapi sebaliknya meski tanpa kata-katapun sentuhan bahkan pandangan mata bisa memberikan perasaan yang dalem bagi lawan bicaranya. nah itulah Hado. ketika perasaan dan fikiranmu memikirkan satu hal yang positif. lingkunganmu akan menerima energi positif itu dan merefleksikanya kembali padamu.”

 

“ooohhh… seperti yang dikatakan buku ‘the secreet’ itu ya mas? kataku saat mendapat pencerahan dari apa yang ia katakan. dan lagi, ia hanya mengangguk simple.

 

“nah jadi itulah kenapa orang-orang jaman dulu banyak yang berumur panjang, karena kebanyakan mereka sering bersukur (neriman dalam istilah jawanya) seperti yang mas bilang dua kata terkuat adalah cinta dan terimakasih kan?” ia seskali menatapku yang terus melongo sambil membuka mata lebarku yang terus berbinar selama diskusi itu.

 

“nah ketika orang-orang itu bersyukur/ berterimakasih, lingkungan mereka mendengar dan itulah yang mas maksut dengan setting. kamu pernah dengar istilah ‘kita adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita?” katanya.. lalu melanjutkan tanpa menunggu jawabanku.

 

“nah itulah ketika kita memikirkan hal positif maupun negatif, sebenarnya kita telah menyeting diri kita untuk hal tersebut. nah sekarang akan mas jawab kenapa orang jaman sekarang banyak yang berumur pendek dan para profesor kalau kamu amati berumur panjang….

… itu karena orang jaman sekarang melihat referensi umur manusia hanya sampai 60-80an saja. sehingga mereka merepresentasikan diri mereka dengan jangka waktu itu karena sudah biasa.(semacam mitos baru menurutku) nah dan para profesor, kebanyakan berumur panjang, karena mereka selalu merasa kurang untuk memahami dan membagi ilmunya, sehingga ada perasaan ‘aku harus hidup lebih lama lagi untuk ilmu-ilmu ini’ begitu”

 

dan lagi-lagi aku tercengang. pemahamanku tentang prinsip sugesti yang kupahami sebagai istilah mistis belaka terjawab sudah…

 

“mas memang bukan ustad, tapi kata ustad mas hal seperti ini juga bisa dibilang dakwah lo. karena dakwah itu intinya menyampaikan sesuatu yang baik. makanya kita musti terbuka akan hal-hal tertentu. kamu akan sulit memahami sesuatu jika kamu membatasi dirimu. misalnya kalau terlalu fanatik sama agamamu. kamu bakal sulit nerima pemikiran-pemikiran dari orang-orang yang tidak beragama sama… jadi seperti adabuble space gitu. makanya kita musti berlaku baik. mas gak ngerti agama dengan dalem tapi kamu tau g apa itu islam(agama)?” aku hanya diam… aku teringat kata-kata enstein bahwa:

 

 

kita belumlah memahami sesuatu…

jika kita tidak bisa menjelaskanya secara singkat”.

 

dan aku rasa aku belum menjelaskanya secara singkat. saat itu mas Gilang segera menjawab dan membuatku menemukan pandangan baru tentang hidup. begini jawabanya…

 

“Islam(agama) itu, Sikap yang baik”

katanya singkat yang sekali lagi membuatku melongo akan semua hidayah pagi ini. “jadi kalo masih ada orang islam yang bersikap tidak baik berarti belum bisa disebut..” aku menggumam sendiri…

 

“nah gitulah. juga halnya ketika kita bersikap kepada lingkungan kita. itulah kenapa kita diminta selalu bersyukur, bersikap baik, bahkan berdzikir dalam agama…”. “biar alam menyambut kita dengan baik” kataku memotong pembicaraanya… dan untuk kesekian kalinya ia mengangguk sambil tersenyum padaku.

 

dan itulah teman… dari pagi itu aku menemukan sudut pandang baru tentang hidup ini. tentang hal-hal yang tak pernah bisa kupahami namun selalu kupercayai. agama, dan berbagai hal lainya yang selalu kuyakin ada penjelasan di baliknya. dan saat itu juga aku paham apa makna “Less is more” sehubungan dengan rasa syukur dan pemahaman yang dikatakan Einstein… aku paham.. less is more.

 

jadi itulah mengapa aku mengatakan bahwa sikap ‘yess man’ ku ketika memutuskan untuk mengajak ngobrol mas Gilang saat antrian wawan cara itu. karaen jika tidak demikian, mungkin pagi ini aku kan masih di kamar kos dengan layar monior dan keybord di hadapanku… dan aku tidak akan menemukan pemikiran ini… orang-orang hebat ini. hingga aku pahami bahwa sebenarnya inti jiwa manusia memang benar-benar datang dari pengalaman baru…

 

“kita tidak perlu tahu bagaimana alam memproses keinginan kita. bagaimana cara kerja semesta… cukuplah fokus pada apa yang kita inginkan dan kejar”

 

Categories: renungan | Tinggalkan komentar

Hati yang salah?

perbedaan….

kata itu membawaku kembali pada masa lima tahun di belakang…

 

sesak, tapi bahagia, kuat namun juga rapuh, sekjap mata aku telah menjadi pemberani, sekaligus penakut. mengetahui bahwa ada sesuatu yang salah dan harus segera melakukan sesuatu. aku berhenti… di tengah jalan kami melangkah… aku berhenti.. kupandangi lekat-lekat wajahnya.. kurenungkan kembali semua tawanya… ku tanyakan kembali semua awalnya. aku memutuskan… iya… atau tidak sama sekali…

 

 aku memilih iya… pada orang berikutnya yang mungkin akan aku temui…

perjalanan hidup ini panjang. akan banyak orang yang akan kita temui nantinya… dan masing-masing mereka membawa sebuah kotak kecil bernama persahabatan. sampai aku menyadari bahwa masing-masing mereka memiliki peran…

 

orang-orang yang akan kutemui itu.. dan orang-orang yang telah kutemui… hati ini memang bukan hatiku sepenuhnya.. tapi aku tak keberatan sedikitpun untuk membaginya kepada seseorang dalam perjalanan hidup ini. meskipun dia bukanlah pemilik sesungguhnya…

dan meskipun akan ada luka di dalamnya…

 

bukan karena aku akan memiliki kisah yang bisa kubanggakan di masa tuaku… namun terlebih karena dengan begitu hatiku akan semakin matang, justru ketika saatnya pemilik ini datang…

 

akan kulakukan dan akan kulewati semua itu untuk nya… tak peduli seberapa perih, tak peduli seberapa memuakkan, tak peduli seberapaku ingin mengakhirinya… karena aku membutuhkanya… kekuatan itu… kekuatan untuk bisa mendewasakan hati ini, untuk menjadi orang yang tepat baginya di waktu yang tepat pula…

 

cinta itu seperti bunga mawar… semakin kau peduli padanya semakin kau akan merawatnya… dan semakin kau menyiraminya ia akan semaki mekar.. hanya wangi dan indahnya yang kau lihat tanpa pernah peduli durinya.

 

Jika kau tak ingin ia semakin subur… jangan pedulikan.

memang tak semudah itu… tapi itulah esensinya… 😀

 

 

 

 

 

Categories: renungan | Tinggalkan komentar

Menikah atau pacaran

Apa kalian pernah mengalami perasaan.. ” seberapa besar aku mencoba sepertinya dia tidak akan mungkin suka padaku”

 

Eits tunggu dulu. Bisa jadi pernyataan itu benar.. Tapi untuk saat ini saja.

 

Waktu brjalan..

Manusia akan smakin dewasa..

Hati bisa berubah..

Begitu juga paradigma..

 

kau hanya BELUM memenuhi kriteria menarik baginya..

 

Bisa jadi suatu saat kita pun mencintai orang yang dulu tidak kita sukai. Bahkan berpikir tentangnya sja tidak.. Akan tetapai beberapa kisah telah mnjelaskan bahwa kisah yang berawal seperti d atas bisa berakhir dgn kebalikanya. Kita malah akan sangat mencintai orang itu d masa dpn nanti. Orang yang tak prnah kita cintai seblumnya…

 

Kau tau kenapaa?

Temanq azis pernah kutanyai ketika bergurau tntang cewek yang sangat gemuk(saat itu kami membicarakan criteria dan kebetulan tercetuk kriteria seksi)

 

S: nah jis, gimana kalau ternyata nanti jodohmu malah orang yang gemuk??

Kataku menggoda. Si ajis menanggapainya dengan santai(seperti biasa) dan cerdas…

 

A: ya itu berarti pada waktu itu paradigmaku tentang cantik telah berubah, yang karena itulah aku akan menganggapanya cantik saat itu. jadi.. Tentu sja aku mau..

(begitulah intinya)

 

Benar.. PARADIGMA itulah mslahnya..

 

Jadi ksimpulanq masih sama dgn pndapaatq ktika SMA dulu.

Tak peduli seberapaa tinggi kriteria tentang pasanganmu di saat ini. Smua bisa tak ada artinya saat kau bertemu dgn jadohmu. Karena saat itu, hatilah yang berbicata dan Semua paradigma itu akan brubah seiring brjalanya wktu yang kau btuhkan dalam pncarianmu…

 

Dlm hal ini temanq erza prnah memberiq wejangan..

“yang kau lakukan dalam hidup akan menjadi tak penting, namun yang terpenting adalah kau melakukannya…” (Mahatma Gandhi)

 

Meskipun demikian, yang namanya standart atau kriteria harus tetapa ada.. Agar kau tidak mudah goyah dan tidak juga mudah jatuh hati. Haha mudah jatuh hati. Itulah fenomena saat ini yang aku rasakan..

 

Baiklah, berbicara paradigma..

Semua orang.. Ah maksutq remaja (khususnya beberapa bujangan)banyak yang gelisah lantaran belum mendapaat pasangan. Di kalangan mereka pacar telah menjadi hal yang lumrah untuk dimiliki dan jalani.. Tak peduli bagaimanapaun kualitas hubungan itu. Inilah yang disebut bahwa makna saat ini sudah tak penting lagi dan simbul adalah hal yang sangat dibanggakan.

 

Nah tahu tidak. Bagiku pacaran itu sbenarnya adalah ciptaan abad 21, yang lebih cnderung pada westernisasi, dripada modern.

 

Seperti halnya karir. Paradigma tentang pacaran telah brubah menjadi sebuah simbol pemuda oleh sebagian generasi kita tanpa menggali makna dibaliknya. Akibatnya saat ini sedikit dari mereka yang benar-benar peduli pada standart dan kualitas pasanganya. Yang pnting cassing ok dan bisa dbanggakan di depan teman-teman lainya.. Sikat….

Haha.. Maaf terlalu subjektif. Tapi disinilah serunya.

 

Dengan paradigma itu, Orang tak perlu lagi peduli akan nilai dan norma yang ada. Norma religi, norma budaya, dan beberapa nilai-nilai lainya telah direduksi

9dikurangi) dan dimaknai dengan pemaknaan baru.

 

Nilai norma misalnya. Dulu adalah hal tabu ketika seorang cewek dan cowok berboncengan bahkan keluar bersama hingga malam. Namun saat ini beberapa kalangan masyarakat menganggapa hal itu adalah bagian dari pemuda. Entahlah terlepas dari idealis pemuda yang mnyukai tantangan baru.

 

Baiklah kembali pda topik standart dan kriteria. Beberapa orang tak ambil pusing akan hal itu. Perbedaan usia, golongan, pndidikan, hingga agama. Bagi sbagian pasangan yang telah dapat menemukan jati diri mereka tentang esensi berpasangan tak jadi soal. Akan tetapai bagi sbagian yang berpikir bahwa memiliki pasangan adalah sbuah simbul kebanggaan. Perbedaan di atas bisa jadi sebuah masalah.

 

Ambil contoh. Kalian pernah lihat kisah cinderela dan sepatu kaca? Kisah cinta yang seru bukan?

Bgaimana tidak di sana dua orang yang berasal dari latar belakang jauh berbeda bisa mnjadi satu dengan ending yang bahagia. Ouh mengharukan..

 

Hiks..

 

Ah baiklah. Namun dmikian kalian tidak berpikir sesingkat itu kan? Saling cinta ktemu nikah dan hidup bahagia selamanya…

 

Itu hanya di cerita kawan. Pada faktanya kalian harus berpikir lebih jauh lagi. Kebrsamaan mreka hanyalah sbuah awal dri cerita yang baru. Tentunya akan ada brbagai kendala yang akan mereka hadapai. Seperti perselingkuhan (yang ekstrim) yang bisa sja trjadi, kekurangan uang, prtengkaran kecil, bhkan yang ingin kusoroti adalah perbedaan latar blakang dan pemahaman yang brpotensi trjadinya perselisihan pandangan dan pndapat.

 

Prhatikan kisah cerita tarzan 2. Di sana jane mngalami mslah dalam bradapatasi dan mnghadapai kunjunagan teman-teman kotanya. Begitulah slah stu kmungkinan masalah bisa timbul. Prbedaan latar budaya dan lingkungan membri potensi besar dalam sebuah maslah. Trutama dalm hal komunikasi. menrut buku deddy mulyana, ilmu komunikasi sbuah pengantar, dijelaskan bahwa smakin mirip latar belakang pelaku komunikasi, maka akan smakin mudah komunikasi trjadi.

 

Haha sudahlah bagi pelakunya lebih baik menganut paham love will find the way.. Tntu sja stelah memahami konsep saling memahami secara nyata.

 

Tapi.. Bagi mreka yang mncari apa yang aku cari, mereka yang mlihat apa yang aku lihat… Dan tidak memaknai cinta brhenti pda ‘aku mlikmu dan kau milikq’ dan memaknai cinta hingga pada khidupan prnikahan, Ad baiknya mengikuti paham love is not that easy. just like sword. Its depend of ur responsibility.

 

Kau tau kenapaa?

Karena hidup kita. Bukan hanya milik kita seorang. Selalu ada orang2 yang selayaknya berhak untuk tidak disusahkan karena pilihan kita.

 

pilihan.. sebelum memutuskan untuk memberikan perasaan biasanya aku mempertimbangkan

Apakah kau akan memutuskan untuk mencintai orang yang menarik hati yang kau temui dalam prjalanan hidupmu meskipun ada berbagai masalah di dalamnya?. Ataukah kau akan memutuskan untk memberi hatimu pada orang berikut yang juga akan kau temui nantinya.

 

Kau benar, tidak selalu lebih baik dari yang sudah ada saat ini. Tapi setidaknya saat itu kau telah memahami sesuatu.

 

jadi mnurutq pemahaman yang mngatakan love is simple. Yang pnting km suka dan jalani..

Itu sdikit riskan bagiq.. Karena bisa juga diartikan bgini..

‘suka jalani bosan cari lagi’ tapi tentu saja hal ini memiliki konteks tertentu dan tidak semuanya bisa disamaratakan. apa yang aku coba sampaikan adalah pertimbangan akan keputusan untuk menjalani hal yang serius yang disebut pernikahan. Tp itu smua memang trgantung pada pencapaaian akhir yang ingin kau tuju..

 

Just for fun..

atau

just for marry..

 

Haha baiklah jadi pemahaman teori ‘orang berikutnya’ itu bisa kalian apalikasikan ketika ad pda kondisiq saat ini.

Categories: renungan | Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.