cerpen

Purnama dan romantika tuhan

Gemericik  air hujan dari talang yang sudah pecah semakin terdengar jelas saat keheningan menyeruak dua orang itu.

“jadi apa keputusanmu?” tanya wanita itu dengan air muka yang mulai sendu.

move on lanjutkan hidupmu temukan lelaki yang pantas untukmu!” kata lelaki itu tenang. Malam itu terasa sangat sunyi. Sebagaimana sebuah aliran sungai besar yang selalu nampak tenang di permukaan namun menyimpan arus yang kuat di dalamnya. Sekuat perasaan yang tersimpan dalam wanita itu. Lelaki itupun menyadarinya, kesunyian yang tercipta di antara percakapan itu tidak sedikitpun membuatnya berfikir bahwa ketenangan yang terpancar dari wanita itu adalah apa yang sesungguhnya terjadi. Pemikiran tersebut tidak terjadi hanya lantaran lelaki itu mengetahui betapa besar perasaa wanita itu yang telah diberikan kepadanya, namun terlebih karena lelaki itu selalu menjaga perasaan yang telah diberikan kepadanya dengan segala sikap baik.

Sungguh dilematik, lelaki tersebut sebenarnya tahu bahwa setiap sikap dan perbuatan baik kepada wanita itu hanya akan menambah kenangan yang akan sulit dilupakanya, namun ia juga tidak sampai hati jika ia harus bersikap mengabaikan wanita itu. Bukan karena ia ingin memiliki seorang pemuja, namun karena ia tahu perasaan yang diberikan wanita itu telalu besar dan tulus untuk diacuhkan.  untuk itulah ia slealu ingin mengapresiasi perasaan tersebut dengan penghargaan tertinggi yang bisa ia berikan, dan salah satunya adalah sikap baik yang berusaha ia berikan kepada wanita itu.

“apa kau yakin?” tanya wanita itu lesu yang dibalas lelaki itu dengan anggukan pasti.

Sebenarnya sudah  tujuh tahun semenjak mereka berkenalan,  wanita itu menyimpan perasaan yang mendalam pada lelaki di hadapanya. Terkadang begitulah cara takdir mendewasakan kita, tidak hanya dengan memberi namun juga mengambil. Dan kali ini takdir telah memberikan kesempatan mereka untuk bertemu dan membiarkan perasaan itu tumbuh dengan kuat pada wanita tersebut.

“Move on… bangkitlah dan berdiri, temukan orang selanjutnya yang akan kau temui dalam hidupmu nanti. Aku menghargai perasaanmu tapi tak bisa memaksakan apa yang kau minta.”

“apa kau tak ingin mencobanya?” wanita itu menjawab

“yang berarti kau akan hidup dalam kebohongan yang akan aku lakukan? Lalu apa poin dari mencoba hubungan yang  tak sejalan satu sama lainya?” kata lelaki itu.

“tapi cinta itu bisa dibangun, dank au tidak bisa memaksaku untuk melupakanmu… ini semua di luar kuasaku..”  tampak guratan kecemasan tergambar di wajah wanita itu. Lelaki itu hanya diam membisu sembari memandang wanita itu. Sepertinya baru saja ia mendapati dirinya di tempat wanita itu berada… memohon dan berharap akan satu perasaan yang sejak lama dia harapkan.

jika kau mengatakan bahwa cinta bisa dipupuk dan dibangun, seharusnya kau juga bisa mengatakan bahwa cinta bisa diredam dan dilupakan… “ kata lelaki itu sembari melangkah pergi. Dan saat itu ia terhenyak karena apa yang barusan ia katakan… adalah nasihat yang seharusnya ia dapatkan.

Categories: cerpen, Sang Pembawa Unsur | Tinggalkan komentar

Rasa Takut

Rambutnya panjang dengan syal merah melingkar di lehernya. baju kemeja putih polos yang sedikit kedodoran dan jins pensil yang membalut kaki jenjangnya telah berhasil menghipnotisku selama beberapa menit. pagi ini sungguh sempurna. cahaya pagi yang hangat jatuh dari sela-sela dedaunan pohon di pinggir kolam. menimbulkan kilauan-kilauan lembut yang terpantul dari kolam dan jatuh tepat di wajah gadis manis itu. tidak jauh dari pemandangan indah itu, aku duduk bersandar di bawah pohon perdu di pinggir kolam.

aku mulai mengeluarkan sebuah buku catatanku dan bersiap menulis. kuhirup udara pagi ini dengan seksama dan membiarkanya mengalir segar memenuhi paru-paruku. khidmat. namun tiba-tiba dari arah yang sama aku melihat gadis tadi, terdengar suara teriakan panik. segera saja kubuka mataku dan mencari sumber suara dan aku tercengang. seseorang tengah bergumul dengan air untuk tidak tenggelam.

“Gadis itu” pekik-ku sambil beranjak dari tempat dudukku.

dengan sigap aku segera berlari ke arah kolam itu. melemparkan buku dan penaku, dan selanjutnya adalah adegan slow motion aku menanggalkan sepatuku, berlari sambil membuka baju kemeja dengan gaya ala supermen…. lalu aku meloncat indah sesaat setelah melepas kemeja putihku… lalu semua terhenti seperti seseorang di luar sana yang menyaksikan adegan dramatis ini sedang menekan tombol ‘pause’

kalian tau apa yang mengasyikan dari seorang lajang? kalian akan selalu bersemangat untuk melakukan hal baru… kenapa?

karena kau tidak akan pernah tahu di mana kau menemukan pendampingmu, sehingga pada ajakan apapun yang berkaitan dengan tempat baru, hal baru, yang memberikan kemungkinan untuk menambah teman, relasi dan wawasan akan selalu kau terima dengan semangat. tentunya tidak hanya selalu karena semata berharap bertemu dengan pendamping saja, akan tetapi inilah hidup. tidak hanya mengkonversi kebutuhan manusia untuk bersosialisasi dan bergerak dengan teknologi yang ada. tapi memperjalankan diri kita, menguji batas kemampuan kita, mendatangi tempat yang tidak kita kenal dan menemui suasana yang berbeda dengan kita untuk mengenali siapa kita. Heterotopi: manusia mengnali dirinya melalui ruang-ruang yang berlawanan dengan kita. dan saat ini aku sedang melakukanya. menuju tempat baru untuk mengenal diriku.

ok, rupanaya tombol play telah ditekan kembali dan…

ZRASSSHH… tubuhku meluncur begitu saja di air bening itu. menimbulkan bercak keemasan hasil kombinasi percikan air dan kilauan matahari pagi. Dengan cekatan aku segera merangkul gadis itu sambul kubawa menepi. aku sempat memekik saat ia panik dan mencakar-cakar tubuhku tapi itu tak lama sampai ia menatapku, memelukku dan mengikuti gerakan berenangku hingga kami bisa menepi. beberapa orang segera mengerumuni kami dan tampak seorang wanita segera memeluk gadis itu. mungkin kakaknya. aku segera melangkah pergi sebelum mereka sempat menyadari keberadaanku.

aku melangkah santai sambil mengeringkan rambutku. kupungut kemeja putihku yang tergelatak di pinggir kolam dan memerasnya sambil jalan santai tanpa mempedulikan kerumunan di belakangku hingga dari kejauhan aku mendengar sesuatu yang membuatku terhenti sejenak…

“Kakak baju putih… Terimakasi banyak” gadis itu berteriak haru ke arahku. tanpa menoleh aku segera menggantungkan kemejaku di punggungku sedangkan tangan kananku hanya melambai sambil kulanjutkan langkahku. aku hanya bisa tersenyum  kecil saat kudengar suara tepuk tangan di belakangku. menimbulkan efek dramatis antara suasana haru dan cahaya pagi yang berkilatan di atas kolam itu. sungguh indah, aku juga tidak menyangka bisa melakukan tindakan se-heroik itu…

“Oii rik… latihanya di sebelah sini saja agak dalam, biar cepet bisa” dari arah kolam dewasa Sultan meneriakiku.

“ntar tenggelam Tan… di sini aja” kataku dengan suara sekecil mungkin agar tidak di dengar oleh orang-orang di sekitarku…. yah kalian benar, apa yang terjadi di atas tadi hanyalah ada di dalam kepalaku. dengan gerakan jongkok aku memasuki kolam renang dangkal di areal SABUGA.

“kalo di situ kamu gak bakal berkembang” sekali lagi Sultan berusaha membujukku agar mau bergabung denganya di kolam dalam.

“sampai matipun gak bakal ke sana” gumamku lirih…

“Apa?” tanya Sultan

“biar bagaimanapun aku akan berusaha ke sana” teriakku membenarkan percakapan. maklum saja kawan saat itu seorang anak kecil mulai memasuki kolam dangkal itu. dia tersenyum padaku dan aku tersenyum padanya. “kok gak ada yang ngawasin dek?” tanyaku sambil berlagak menarik-narik tanganku. pemanasan. namun tiba-tiba… BYURRR…. dengan gerakan lumba-lumba anak itu melsat melintasiku, bolak-balik dari satu sisi ke sisi kolam lainya. perlahan kutenggelamkan tubuhku hingga tersisa mataku yang terus mengamati gerakan anak itu. malu.

“sial aku kalah” batinku. akhirnya kuputuskan hari itu aku harus bisa. memang selama ini aku telah banyak mendengar teknik dan teori berenang dan mengapung aku hanya tidak tahu apa yang menghalangiku mengaplikasikan teori-teori itu. akhirnya aku berdiri tenang, kupandangi lekat-lekat air itu. TAKUT, itulah masalahnya. aku menemukan jika aku takut pada air. tapi aku segera teringat akan kata-kata Nicholas Saputra bahwa –Rasa takut itu tidak ada gunanya, dan baru ada gunanya jika kita lawan-

 

jadi saat itu aku mulai mengevaluasi dan mendata ulang apa yang mencegahku untuk berenang dan apa yang membuatku bisa melakukanya. aku merenungkanya sambli membenamkan kepalaku. namun seketika itu aku kembali ke permukaan aku menemukanya. selama ini aku selalu menutup mata dan hidung saat menyelam. rasa takut, jijik, dan benci terkadang muncul karena ketidak tahuan kita akan apa yang membuat kita merasakan tiga hal tersebut. ketidaktahuan. itulah kuncinya. dan mulai saat itu aku berlatih membenamkan diriku dengan mata terbuka, hanya untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam air(yang selama ini tidak pernah kuketahui) hipotesisku adalah jika aku lebih dekat dan tahu apa yang ada di dalam air maka aku akan tahu keadaan di dalamnya dan itu akan memberikanku referensi tindakan apa yang harus kulakukan.

“kamu tahu kenapa preman sudah tidak lagi takut untuk berkelahi dengan senjata tajam sekalipun?” kata temanku seorang komikus. “itu karena mereka telah sampai pada limit (batas) rasa takut dan sakit yang pernah mereka alami” lanjutnya. yah begitulah, referensi wawasan sehingga mereka punya referensi dan tahu, kemungkinan apa yang akan terjadi akan apa yang mereka lakukan.

jadi begini kawan, dalam perjalanan hidup manusia otak kita menyimpan berbagai pengalaman dan kondisi yang bisa disebut dengan ‘kosa pengalaman’ di mana di sana ada pengalaman estetik hingga pengalaman yang tidak baik. masing-masing pengalaman itu mereprentasikan kesan yang berbeda dan di dalamnya terdapat elemn-elemen yang merekonstruksi kesan itu.

manusia melihat dan mengalami berbagai hal, masing masing hal itu memberikan kesan tersendiri pada otak kita menjadikanya kosa-kosa visual hingga experience yang membuat kita belajar. pada sebuah seminar yang pernah kuisi aku memutarkan sebuah filem pendek (besutan ‘mat rat

production’) yang memiliki kejutan di akhirnya. di awal filem itu digambarkan terdapat seorang wanita yang berpekik tertahan lalu terdiam lemas. bercak darah nampak di sekitar tubuhnya, sementara seorang pria tua  dengan wajah takut mulai berlari meninggalkan wanita itu. suasana semakin mencekam ketika seekor gagak yang mengamatinya terus berteriak parau. dengan gemetar lelaki itu berlari ke arah mobil dan mengambil sebuah kain. di klimaks para audience menyangka pria tersebut akan membungkus mayat wanita itu, namun kenyataan berkata lain. ternyata wanita tersebut baru saja melahirkan dan kain tadi tak lain hanya untuk membungkus bayi yang mulai menangis.

pada saat itu aku menanyakan kepada peserta siapa sajakah yang beranggapan bahwa itu pembunuhan. dan hasilnya seluruh peserta ruangan mengangkat tangan. lalu apa sebenarnya yang terjadi?

yang terjadi adalah simbol-simbol berupa darah, teriakan, wajah takut pria, dan suara gagak, me-recall  ulang wawasan kita akan kosa visual yang berkaitan dengan simbol-simbol tersebut lalu memberikan kesan akan peristiwa pembunuhan, sesuai dengan referensi dari filem atau kejadian yang pernah kita lihat sebelumnya berkaitan dengan darah.

begitu juga dengan rasa takut. ketidak tahuan akan apa yang kita hadapi ditambah dengan referensi akan pengetahuan yang tidak seberapa akan hal yang kita takuti membuat semua usaha seakan sia-sia. dalam konteks berenang tadi, akhirnya aku berusaha mengosongkan referensi tentang hal-hal yang menakutkan semacam tenggelam, kram, hiu, buaya, kraken, hingga nenek kokoro yang mungkin akan membahayakan nyawaku. aku terus membenamkan diri dan melatih mataku untuk terbuka. mengakrabkan diri dengan hal-hal yang tidak pernah kutahu sebelumnya dan hasilnya…

mengejutkan….

aku masih tidak bisa berenang.

haha bercanda… aku mulai menguasai air dan aku mulai berani berenang. dan kalian tahu. aku mulai menulis tulisan ini sekitar tiga minggu yang lalu dan kini aku sudah bisa berenang 🙂 (meskipun secara teknis masih butuh jam terbang untuk bisa merekronstruksi khayalanku di atas tadi menjadi nyata hahaiii)

masa muda itu masa di mana kau melakukan sesuatu dengan segenap energi yang kau punya sampai tak tersisa lagi….berlari dan berlari untuk mengejar bukan menghindar…

Categories: cerpen | Tinggalkan komentar

Kemis teri

Wednesday, April 27, 2011

Siang hari Di sebuah rumah gedeg beralaskan tanah milik Marni. Tarman sedang disidang oleh Marni dan Somad, sepasang suami istri yang merupakan sahabat lama Tarman. Udara siang itu terasa lebih panas dari biasanya… di tengah rumah kecil itu mereka telah bercengkrama sejak selesai menyemai padi tadi pagi.

Tampak sebuah ranjang kayu di sudut ruangan tempat Somad biasa melepas lelah setelah capek berladang. Tak jauh dari ranjang itu terdapat sebuah kursi panjang khas pedesaan dan meja bundar kecil yang kehilangan salah satu sisi kakinya akibat rayap.

“terus maumu gimana ni?” kata Tarman sambil menyeruput kopi buatan Marni. Marni hanya diam.. entah mengapa setiap kali Tarman mengajaknya bicara hanya sdikit kata yang keluar dari mulutnya. Selebihnya ia juga selalu memalingkan pandanganya saat berbicara dengan Tarman..

“kamu juga Mad.. knapa sih kau selalu mengataiku. yang pilih-pilih lah.. gak bersukur, mau kamu apa?” kata Tarman pada Somad yang baru saja selesai menghisap rokok mbako buatan tanganya.

“ya Kang Mas itu, sudah enak dijodohkan sama si Rukmi.. eh buknya diterima baek-baek malah ditolak. Alasan gak cocoklah, gak sehatilah. Kang, meskipun Rukmi itu gadis yang biasa-biasa tapi dia itu rajin kang, bisa bantu-bantu rumah tangga nanti dengan bisnis jajan pasarnya itu. Lagian umur kangmas itu sudah kepala tiga, sudah waktunya berumah tangga.”

“Nah itu yang kumaksud.. Mad. Nada bicaramu seakan berusaha memberiku yang terbaik, tapi di telingaku itu lebih terdengar kalo aku ini selalu pilih-pilih dan maunya sama gadis cantik dan kaya..”

“loh yang mana kang..?”

“ya itu kamu bilang meskipun dia gadis yang biasa-biasa… apa g sama dengan ngomong gitu kamu?” Tarman sedikit menaikan nada bicara.. Marni hanya tertunduk memperhatikan dua orang yang selalu menggarap sawah bersama sejak kecil itu.

“tapi kenyataanya memang gitu kan kang.. Kang Mas ini gak mau sama gadis biasa-biasa.. yang dulu Surti yang dikenalkan Simbok juga akang tolak dengan alasan yang sama..”

“bukanya gitu Somad.. aku ini memang belum merasa kalo mereka itu cocok sama aku, lagian aku ini belum dapat kerja tetap kok disuruh cepet-cpet nikah. Hanya karna kamu sama karyo sudah punya pasangan gitua? Hanya karna orang-orang di sana sudah pada punya gandengan di usia segini, trus karna aku belum bertemu orang yang ku suka, kalian menganggapku pilih-pilih? Sombong? Gak bersukur? Apa lagi?”

“ya nggak gitu kang.. tapi..”

“tapi apa? Karena ada yang sudah dikenalkan sama aku terus aku harus kawin gitua sama dia meski nggak cinta beneran. Knapa? Biar kalian sama orang-orang di sana ndak lagi ngomongin aku? Aku ngerti Mad Rukmi itu gadis yang rajin, ibadahnya juga sip, sesuai idamanku.. aku juga menghormati dia sbagai gadis yang sudah kalian kenalkan.. aku juga sudah belajar banyak darinya.. la tapi kalo belum mrasa cocok masak ya mau dipaksa to Mad.. apa gak malah kasiah dianya..?”

Sesaat suasana hening. Somad memalingkan wajah pada atap rumahnya, hingga tampak bagian-bagian genting yang bergesar, meluruskan perijinan cahaya siang itu dan air huja sewaktu-waktu untuk masuk menyapa ranjang kayu tempatnya duduk bersama marni sekarang.

“tapi kata Jupri mas, lebih baik menikahi orang yang menyukai kangmas daripada orang yang cuman kangmas sukai tapi ndak suka sama mas… kalo mas milih mana hayo?”

“hah Jupri? Jupri yang bininya tiga ntu? Oalah.. iya Mad aku ngarti maksudmu tapi..” sesaat Tarman tampak menahan tawa. Ia pikir Jupri telah sukses menanamkan pemahaman sesatnya pada Somad. Memang di kampong itu, Jupri terkenal sebagai si tua keladi yang kerjanya hanya menghabiskan uang warisan kakeknya.

“lah kangmas milih di posisi mana?”

“gini lo Mad?”

“sudah kang, jawab saja dulu!” Somad merasa di atas angin dan mendesak Tarman. Marni ikut memandang kea rah Tarman menanti jawaban dari pertanyaan mendesak itu. Namun seperti biasa, ketika Tarman memandang dua orang yang penasaran itu, Marni segera menoleh ke arah lain seakan menghindari tatapan Tarman.

“iyowis ngenelo.. kalo aku sendiri dalam posisi gitu, ya mestilah aku bakal menikahi orang yang aku suka.. Mad!”

“lah tapi kalo dia gak suka kangmas apa ya masih tetap dinikahi.. apa gak mending yang menyukai kita.. bakal setia gak kawatir dan enak, kita bakal dimanja terus..”

“iya..iya.. aku ngarti iku Mad.. masalahnya kalo aku tetep menikahi orang yang gak bener-bener tak cintai.. opo iku adil bagi si dianya?”

“la kalo menikahi orang yang cuman kangmas sayangi, apa itu adil bagi kangmas??”

“yah itulah konsekuensi mencintai Mad.. makanya pernikahan itu bukan hal yang gampang.. sukur ada yang suka langsung digasak.. yoo bakal banyak yang tersakito lo Mad… wong namanya menikah itu kita juga harus menikahkan orang tua kita sama mertua. Jadi kalo dua-duanya belum sreg tenanan ya ojo kesusu.”

“brarti kangmas mau mengenal Rukmi lebih dalam dulu gitu? Trus bakal dinikahi?”

“loh ya gak segitunya Mad.. Somad..”

“la terus??” Tanya Somad menyudutkan..”

“Hei Marni.. “ Tanya Tarman kepada Marni yang segera ditanggapi Marni dengan wajah yang ramah.

“Dulu waktu si Somad ini ngelamar kamu, apa kamu sudah tahu si Somad luar dalam?” Tanya tarman sambil sekali lagi menyeruput kopi yang sebenarnya sudah tidak lagi panas itu..

“mm.. maksut akang?”

“ya itu tadi.. apa kamu nrima dia karena kamu sudah sangat mengenalnya?” Tanya tarman sekali lagi. Saat ini tangan Tarman telah menggenggam secuil singkong rebus yang ada di sebelah kopi yang disediakan Marni tadi..”

“ah ya ndak to kang..” kata Marni sambil tersipu

“Naaahh..” kata Tarman dengan nada kemenangan. Diikuti dengan wajah bingung Somad.

“terus knapa kamu trima lamaranya?”

“ya nggak tau mas, la saya juga suka kok” kata Marni sambil tersipu. Somad segera tersenyum ke arahnya.

“la terus apa hubunganya Kang? “ Tanya Somad

“meskipun Marni nggak tahu kamu luar dalam, dia menerima kamu karna ada rasa juga.. kalo kata ponakanku yang di kota itu namanya kemis Teri… Mad..”

“heh? Kremes Teri? enak tah kang?”

“gak tau pokoke gitulah ada kecocokan gitulo. Ya aku nggak tau apa si rukmi itu jodohku atau bukan. Bisa jadi dia memang ditakdirkan untuk hidup denganku. Kita kan gak tau to Mad..” kata Tarman sambil melahap potongan terakhir singkong rebusnya. Kali ini Somad juga sependapat.

“berarti kang mas bakal nglamar Rukmi to?”

“halah mbalik maneh Mad.. ya ndak tahu, yang jelas untuk saat ini aku belum nemu kemes teri itu. Ya ndak ada yang tau.. pkoknya yang jelas aku gak bakal mengiyakan perjodohan itu Cuma gara-gara njaga perasaan si ini atau si itu.. tapi akir-akirnya malah mengecewakan.. kalo terbuka dari awal kan g ad yang kecewa to Mad”

“aku ora mudeng lo mas.. iku teri opo maneh kok dibawa-bawailo” Tanya Somad kepada Tarman yang mulai beranjak dari tempat dudknya.

“ya mbuhlah. Wis tak ngasi makan Gloria dulu, rumput-rumputku selak garing nangkring di sepeda angin spanjang hari” Kata Tarman sambil pamit pada dua orang itu. Lagi-lagi Marni memalingkan muka dengan sopan pada Tarman saat dipamiti…

dengan pandangan kosong Somad mengikuti gerak Tarman di atas speda anginya hingga menghilang di balik tikungan kebunya..

“Bune.. nanti kalo tole sudah besar, jangan lupa belanja teri yang banyak.. biar jodohnya lancar” kata Somad polos pada Istrinya..

credit:

foto 1: try infra red by poto sop by Akhya’ Muhammad K

foto 2: hitam,kelam. Coban rondo  by Akhya’ Muhammad K

foto 3: moon and tree  by Akhya’ Muhammad K

Categories: cerpen | Tag: , , , , , | 2 Komentar

Proloque: Orion

sekali lagi kulihat wajah itu dalam deretan album foto kami. ada perasaan yang terulang saat lamat-lamat aku memperhatikanya. cara tersenyum itu, alis mata itu, dan semua kahangatan yang menjalar sampai perhatianku mampu teralih darinya.

sengaja aku tidak memberikan sebuah komentar pada album-album foto yang membuatku mampu tersenyum dengan sempurna di dalam hati. wajah-wajah yang membuatku bisa menjadi diriku sepenuhnya tanpa harus berpura-pura. entahlah perasaan ini terlalu sulit untuk dituliskan. bahkan terkadang diamku bisa menyampaikan lebih banyak dari apa yang bisa dicapai oleh kata-kata.

kuakui selalu ada keraguan setiap kali kesempatan itu datang. hingga aku menyadari bahwa bukanlah kesepian dan jarak ini yang membuatku takut. namun ketika aku berhadapan dengan kesempatan yang dingin menatapku yang selalu membawaku pada tempat di mana aku merasa kecil dan tidak percaya diri. lalu aku berpikir, untuk apa semua itu. semua peluang dan kesempatan itu. aku tau sekeras apapun aku berteriak suaraku belum bisa menjangkau celah hati itu. celah hati yang berhasil membuatku bertahan selama ini. tapi aku masih percaya dia bisa mendengarnya… mendengar hatiku dengan cara yang sama yang selalu dia pahami.

sebagai seorang ‘pemburu’, aku tahu aku harus berusaha keras, bahkan dua kali lebih keras untuk mendapatkan trophy itu. hanya satu saja alasan yang bisa membuatku ke sana. alasan yang belum pernah bisa kuterjemahkan yang tidak pernah bisa membuatku mundur barang selangkah bahkan berpikir ulang tentang semua usaha ini.

tapi aku tidak pernah menaruh kebahagiaanku pada siapapun. aku bisa berbahagia dengan diriku meski aku akan lebih berbahagia bila bersamanya. karena tidak ada kebahagiaan sejati yang bisa diperoleh tanpa berbagi. dan denganmulah aku ingin berbagi.

tapi tenang sayang. aku tidak akan berhenti hanya karena semua ini. bukankah hidup ini akan semakin menarik jika tidak ada kepastian? dan aku tidak perlu menunggu untuk bahagia setelah aku mendengar kenyataan itu darimua. aku bisa berbahagia justru karena aku tulus menikmati semua proses ini. sebuah proses di mana dengan mendengar suaramu, derap langkahmu, tawa lepasmu, dengan mengamati ujung jarimu, caramu memegang pena, duduk, hingga mengernyitkan alis matamu. dengan sesekali mencuri kesempatan untuk menatap dan menunjukan senyum termanisku, aku telah berbagia.

untuk itu melalui surat ini aku sampaikan banyak terimakasih. telah membuat hariku lebih bersemangat dengan pertanyaan “apakah aku bisa bertemu denganya jika aku ke sini?” atau “apakah dia akan melihatku jika aku melakukan ini” apapun itu saat tidak pun aku akan dengan tulus melakukan semua itu. karena inilah aku. orang bodoh yang hanya bisa menikmati kehadiranmu dari sudut yang tak pernah kau lalui. orang kecil yang hanya bisa menuliskan apa yang dia rasakan dengan rangkaian kata-kata ini. orang bodoh yang selalu menempatkanmu di tempat yang khusus di hatinya. di mana setiap kali ia mengunjungi tempat itu ia akan merasakan ketenangan dan kenyamanan betapa indahnya menyayangimu dengan tulus.

inilah aku orang yang mungkin berbeda dari orang yang selalu kau kenal. orang yang takkan rela merubah dirinya sebagaimana orang-orang di sekitarmu yang berubah dan berpura-pura untuk sekedar mendapat perhatianmu. karena aku ingin jika kau mengenalku nanti, kau akan mengenal diriku yang sebenarnya. diriku yang selalu mendengar siapapun yang bercerita, diriku yang akan selalu ada di barisan depan untuk setiap teman yang tampil, diriku yang akan selalu mengalah pada teman-temanku yang mungkin bisa membahagiakanmu lebih daripada yang aku bisa. diriku yang selalu ingin mendengar keluh kesahmu tanpa berharap mendapat senyum bahagiamu. karena aku selalu ingin mendapatkanmu tanpa harus kehilangan diriku.

mungkin aku belum menjadi seseorang yang pantas dibanggakan bagimu dan bagi siapapun. tapi aku yakin aku sedang berada di jalan yang tepat untuk itu dan aku sedang menuju ke sana.

Image

Categories: cerpen | Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.