Wednesday, April 27, 2011
Siang hari Di sebuah rumah gedeg beralaskan tanah milik Marni. Tarman sedang disidang oleh Marni dan Somad, sepasang suami istri yang merupakan sahabat lama Tarman. Udara siang itu terasa lebih panas dari biasanya… di tengah rumah kecil itu mereka telah bercengkrama sejak selesai menyemai padi tadi pagi.
Tampak sebuah ranjang kayu di sudut ruangan tempat Somad biasa melepas lelah setelah capek berladang. Tak jauh dari ranjang itu terdapat sebuah kursi panjang khas pedesaan dan meja bundar kecil yang kehilangan salah satu sisi kakinya akibat rayap.
“terus maumu gimana ni?” kata Tarman sambil menyeruput kopi buatan Marni. Marni hanya diam.. entah mengapa setiap kali Tarman mengajaknya bicara hanya sdikit kata yang keluar dari mulutnya. Selebihnya ia juga selalu memalingkan pandanganya saat berbicara dengan Tarman..
“kamu juga Mad.. knapa sih kau selalu mengataiku. yang pilih-pilih lah.. gak bersukur, mau kamu apa?” kata Tarman pada Somad yang baru saja selesai menghisap rokok mbako buatan tanganya.
“ya Kang Mas itu, sudah enak dijodohkan sama si Rukmi.. eh buknya diterima baek-baek malah ditolak. Alasan gak cocoklah, gak sehatilah. Kang, meskipun Rukmi itu gadis yang biasa-biasa tapi dia itu rajin kang, bisa bantu-bantu rumah tangga nanti dengan bisnis jajan pasarnya itu. Lagian umur kangmas itu sudah kepala tiga, sudah waktunya berumah tangga.”
“Nah itu yang kumaksud.. Mad. Nada bicaramu seakan berusaha memberiku yang terbaik, tapi di telingaku itu lebih terdengar kalo aku ini selalu pilih-pilih dan maunya sama gadis cantik dan kaya..”
“loh yang mana kang..?”
“ya itu kamu bilang meskipun dia gadis yang biasa-biasa… apa g sama dengan ngomong gitu kamu?” Tarman sedikit menaikan nada bicara.. Marni hanya tertunduk memperhatikan dua orang yang selalu menggarap sawah bersama sejak kecil itu.
“tapi kenyataanya memang gitu kan kang.. Kang Mas ini gak mau sama gadis biasa-biasa.. yang dulu Surti yang dikenalkan Simbok juga akang tolak dengan alasan yang sama..”
“bukanya gitu Somad.. aku ini memang belum merasa kalo mereka itu cocok sama aku, lagian aku ini belum dapat kerja tetap kok disuruh cepet-cpet nikah. Hanya karna kamu sama karyo sudah punya pasangan gitua? Hanya karna orang-orang di sana sudah pada punya gandengan di usia segini, trus karna aku belum bertemu orang yang ku suka, kalian menganggapku pilih-pilih? Sombong? Gak bersukur? Apa lagi?”
“ya nggak gitu kang.. tapi..”
“tapi apa? Karena ada yang sudah dikenalkan sama aku terus aku harus kawin gitua sama dia meski nggak cinta beneran. Knapa? Biar kalian sama orang-orang di sana ndak lagi ngomongin aku? Aku ngerti Mad Rukmi itu gadis yang rajin, ibadahnya juga sip, sesuai idamanku.. aku juga menghormati dia sbagai gadis yang sudah kalian kenalkan.. aku juga sudah belajar banyak darinya.. la tapi kalo belum mrasa cocok masak ya mau dipaksa to Mad.. apa gak malah kasiah dianya..?”
Sesaat suasana hening. Somad memalingkan wajah pada atap rumahnya, hingga tampak bagian-bagian genting yang bergesar, meluruskan perijinan cahaya siang itu dan air huja sewaktu-waktu untuk masuk menyapa ranjang kayu tempatnya duduk bersama marni sekarang.
“tapi kata Jupri mas, lebih baik menikahi orang yang menyukai kangmas daripada orang yang cuman kangmas sukai tapi ndak suka sama mas… kalo mas milih mana hayo?”
“hah Jupri? Jupri yang bininya tiga ntu? Oalah.. iya Mad aku ngarti maksudmu tapi..” sesaat Tarman tampak menahan tawa. Ia pikir Jupri telah sukses menanamkan pemahaman sesatnya pada Somad. Memang di kampong itu, Jupri terkenal sebagai si tua keladi yang kerjanya hanya menghabiskan uang warisan kakeknya.
“lah kangmas milih di posisi mana?”
“gini lo Mad?”
“sudah kang, jawab saja dulu!” Somad merasa di atas angin dan mendesak Tarman. Marni ikut memandang kea rah Tarman menanti jawaban dari pertanyaan mendesak itu. Namun seperti biasa, ketika Tarman memandang dua orang yang penasaran itu, Marni segera menoleh ke arah lain seakan menghindari tatapan Tarman.
“iyowis ngenelo.. kalo aku sendiri dalam posisi gitu, ya mestilah aku bakal menikahi orang yang aku suka.. Mad!”
“lah tapi kalo dia gak suka kangmas apa ya masih tetap dinikahi.. apa gak mending yang menyukai kita.. bakal setia gak kawatir dan enak, kita bakal dimanja terus..”
“iya..iya.. aku ngarti iku Mad.. masalahnya kalo aku tetep menikahi orang yang gak bener-bener tak cintai.. opo iku adil bagi si dianya?”
“la kalo menikahi orang yang cuman kangmas sayangi, apa itu adil bagi kangmas??”
“yah itulah konsekuensi mencintai Mad.. makanya pernikahan itu bukan hal yang gampang.. sukur ada yang suka langsung digasak.. yoo bakal banyak yang tersakito lo Mad… wong namanya menikah itu kita juga harus menikahkan orang tua kita sama mertua. Jadi kalo dua-duanya belum sreg tenanan ya ojo kesusu.”
“brarti kangmas mau mengenal Rukmi lebih dalam dulu gitu? Trus bakal dinikahi?”
“loh ya gak segitunya Mad.. Somad..”
“la terus??” Tanya Somad menyudutkan..”
“Hei Marni.. “ Tanya Tarman kepada Marni yang segera ditanggapi Marni dengan wajah yang ramah.
“Dulu waktu si Somad ini ngelamar kamu, apa kamu sudah tahu si Somad luar dalam?” Tanya tarman sambil sekali lagi menyeruput kopi yang sebenarnya sudah tidak lagi panas itu..
“mm.. maksut akang?”
“ya itu tadi.. apa kamu nrima dia karena kamu sudah sangat mengenalnya?” Tanya tarman sekali lagi. Saat ini tangan Tarman telah menggenggam secuil singkong rebus yang ada di sebelah kopi yang disediakan Marni tadi..”
“ah ya ndak to kang..” kata Marni sambil tersipu
“Naaahh..” kata Tarman dengan nada kemenangan. Diikuti dengan wajah bingung Somad.
“terus knapa kamu trima lamaranya?”
“ya nggak tau mas, la saya juga suka kok” kata Marni sambil tersipu. Somad segera tersenyum ke arahnya.
“la terus apa hubunganya Kang? “ Tanya Somad
“meskipun Marni nggak tahu kamu luar dalam, dia menerima kamu karna ada rasa juga.. kalo kata ponakanku yang di kota itu namanya kemis Teri… Mad..”
“heh? Kremes Teri? enak tah kang?”
“gak tau pokoke gitulah ada kecocokan gitulo. Ya aku nggak tau apa si rukmi itu jodohku atau bukan. Bisa jadi dia memang ditakdirkan untuk hidup denganku. Kita kan gak tau to Mad..” kata Tarman sambil melahap potongan terakhir singkong rebusnya. Kali ini Somad juga sependapat.
“berarti kang mas bakal nglamar Rukmi to?”
“halah mbalik maneh Mad.. ya ndak tahu, yang jelas untuk saat ini aku belum nemu kemes teri itu. Ya ndak ada yang tau.. pkoknya yang jelas aku gak bakal mengiyakan perjodohan itu Cuma gara-gara njaga perasaan si ini atau si itu.. tapi akir-akirnya malah mengecewakan.. kalo terbuka dari awal kan g ad yang kecewa to Mad”
“aku ora mudeng lo mas.. iku teri opo maneh kok dibawa-bawailo” Tanya Somad kepada Tarman yang mulai beranjak dari tempat dudknya.
“ya mbuhlah. Wis tak ngasi makan Gloria dulu, rumput-rumputku selak garing nangkring di sepeda angin spanjang hari” Kata Tarman sambil pamit pada dua orang itu. Lagi-lagi Marni memalingkan muka dengan sopan pada Tarman saat dipamiti…
dengan pandangan kosong Somad mengikuti gerak Tarman di atas speda anginya hingga menghilang di balik tikungan kebunya..
“Bune.. nanti kalo tole sudah besar, jangan lupa belanja teri yang banyak.. biar jodohnya lancar” kata Somad polos pada Istrinya..
credit:
foto 1: try infra red by poto sop by Akhya’ Muhammad K
foto 2: hitam,kelam. Coban rondo by Akhya’ Muhammad K
foto 3: moon and tree by Akhya’ Muhammad K