Uncategorized

DOGMA

TEBU 4

Awal mula aku dan Tarjo berdiskusi masalah teologi adalah ketika kami sedang mendapat giliran ronda. Malam itu aku, Joy, bersama dua orang lainya, Supri dan Edi Brok sedang mendapat jadwal ronda dari Pak RT. Malam itu kami sedang mendiskusikan konsep rizky hingga kami mendapat kiriman kolak dari pak RT. Kala itu Supri yang memang menjadi lawan sengit diskusi Tarjo langsung berceloteh.

“Nyohh.. Jo… ini yang namanya rejekki, rejekki itu datangnya dari Allah, kita yang gak kerja tiba-tiba dapat kiriman ini… jadi mana bukti dari hukum kerja keras?” katanya sambil membagi mangkuk bergambar ayam jago kepada kami berempat. Secara personal aku kurang sependapat dengan cara Supri menanggapi pemikiran ‘nyeleneh’ Tarjo, tapi aku juga bisa memahami kenapa Supri bertindak seperti itu.

Dalam kalangan kelas sosial tertentu yang erat dengan nilai-nilai budaya maupun religi, mereka akan lebih cenderung resistan kepada ideologi baru dan menganggapnya sebagai ancaman yang membuat mereka terkadang bersikap terlalu defensif yang cenderung kepada agresif. Malam itu sebenarnya Joy tidak mau terlalu meladeni orang seperti Supri, namun cara Supri yang terlalu agresif menyindir membuat Joy sedikit kesal dan membalasnya dengan pertanyaan dogmatis.

“Di mana logika dari semakin sering kamu melakukan gerakan menungging lima kali sehari? Kalau mau sukses ya kerja keras, bukanya malah buang-buang waktu baca kitab dan sembahyang kan?” balas Joy sembari meniupkan asap rokok.

“Semua itu logis jika kau melihatnya dari sudut pandang yang tepat dan tidak menutup diri. Itulah kenapa orang-orang yang tak mau melihat sesuatu dengan adil dan menutup diri dari kebenaran dengan membatasi diri dari sudut pandang yang tepat disebut kafir!” belum kuselesaikan kalimaku Supri sudah memotong.

“Mangkanya… Kafir koe Jo!” selorohnya lalu tertawa sambil menyuapkan kolak yang sudah ia ambil di ronde ke dua. Joy tak membalas, ia tampak suda biasa menghadapi sikap Supri.

“Jangan salah paham, sebutan kafir adalah sebutan paling halus dari Allah kepada umatnya yang belum beriman. Arti kata kafir adalah menutup yang jadi bahasa serapan kover, sehingga dari asal katanya jika aku begini (aku menutupi wajahku dengan sarung rondaku) aku adalah kafir.” lanjutku.

“Wah asli Pak?” balas Joy. Sepertinya ia baru mengetahui hal itu, entah merasa lega atau senang tampaknya informasi itu membuatnya lebih nyaman dalam menghadapi orang seperti Supri. “Tapi ya nggak usah senyum gitu setelah tahu artinya” lanjutku.

“Karena dalam konteks penggunaan agama, arti kata kafir adalah orang-orang yang menutup diri dari kebenaran Islam. ‘Wahai orang-orang yang menutup diri’ begitulah cara Allah berbahasa dengan orang yang belum beriman.” tutupku aku menaruh kembali mangkukku setelah melihat Supri lahap menyantap kolak.

“Begitu juga dengan hal-hal ilogis dalam beragama. Bukan aturanya yang nggak logis tapi prespektif logikamu saja yang belum menjangkaunya” Joy terdiam, sementara Supri mulai mengolok-oloknya dengan kasar.

“Nggak sampai kowe mikirnya, ketinggian. Kebanyakan mikir aja sudah keblinger pikiran sendiri! Mangkane koe ngaji to.. ngaji… ” aku segera menepuk lembut paha supri sebagai tanda agar ia menahan diri.

“Bagaimana mungkin sesuatu yang ilogis kau bilang logis? Kalau kau bilang sesuatu yang ilogis itu hanya logika kita yang belum sampai, bagiku itu hanya pembenaran. Bukankah kau pernah bilang padaku, kalau teori evolusi itu gagal karena tidak ditemukanya transisi antara satu makhluk ke makhluk lainya, dan Darwin menyebut cara untuk membuktikan kegagalan teorinya dengan istilah missing link. pernyataan barusan itu nggak jauh beda dengan statement Darwin Pak.” Joy membalas dengan tegas.

“Tenang aku bisa menjelaskanya, kau tahu bahwa dibutuhkan waktu hingga ribuan tahun hanya untuk membuktikan kebenaran satu ayat?” tanyaku. “Ayat apa itu?” tanya Joy.

“Dalam Al-Quran di surat Al-Mukminun ayat 12-14 tentang tahapan terbentuknya janin di alam rahim yang kita baru bisa membuktikan di dekade terakhir ini, sedangkan Allah melalui Rasulnya telah menyampaikan itu 1400 tahun yang lalu.” Joy tidak berkomentar.

khilafat world.com

“Teori bigbang, universe yang mengembang, lapisan kulit, besi, dan banyak lagi hal yang telah disebutkan Quran, di mana hal itu bagi orang di zaman turunya ayat itu mungkin mengatakan bahwa itu hanyalah omong kosong, tapi bagi kita yang hidup di zaman di mana telah ditemukan teknologi ultra sound, Hubble telescope, dan lainya, ayat itu menjadi terbukti. Lalu bagaiman jika keberadaan setan dan makhluk astral lainya, dosa, alam akhirat yang di bahas dalam Al-Quran belum bisa dibuktikan hanya karena kita belum memiliki teknologinya? Begitu juga tentang konsep sholat lima waktu.” lanjutku. “Jika untuk membuktikan kebenaran satu ayat saja kita memerlukan waktu ribuan tahun, maka untuk hal-hal yang belum bisa kami jelaskan dengan nalar kami yang masih terbatas, kami menggunakan iman.” tutupku.

“Yah.. itu kan argumen dari hal-hal nggak logis lainya. Bagimana jika missing link dari teori Darwin juga belum ditemukan karena teknologi kita belum menjangkaunya?” balas Joy tak mau kalah.

“Yahh… boleh saja kau berpendapat seperti itu. Teori gelas dan air akan berlaku” kataku setelah sejenak merenungkan kata-kata Joy.

“Apa itu pak?” tanya Supri sambil melahap kolak. Joy yang pernah membahas hal ini dengan langsung menyahut, “Jika ada gelas berisi air separuh, orang postif akan mengatakan dengan penuh rasa syukur bahwa air dalam gelas itu ‘masih ada’ separuh, namun orang negatif akan mengatakan dengan pesimis bahwa air dalam gelas itu ‘tersisa tinggal’ separuh.” Supri dan Edi Brok mengawang. Mikir. “Bisa jadi analogiku dananalogimu sama-sama masuk akal, tapi itu semua hanyalah pendekatan dalam memahami sesuatu. Itupun kita olah dengan akal kita yang terbatas. Bagi kami sebenarnya cukup mengimani hal-hal yang belum bisa dijelaskan dengan akal.” lanjutku.

“Percaya buta dong Pak?” balas Joy.

“Tidak… Joy bagiku itu adalah keyakinan yang logis. Dari lembaga riset quran aku menemukan bahwa terdapat lebih dari 6000 ayat di dalam Quran dan 1000 lebih di antaranya membahas tentang sains, seperti yang pernah kubilang padamu. Tapi hari ini sains belum berkembang dengan baik untuk membuktikan semua yang ada di dalam Quran, kalau di analisa setidaknya 80% di antaranya telah terbukti 100% benar. Sedangkan 20%sisanya masih samar-samar, dalam artian bisa salah atau bisa benar. Jadi jika 80% dalam Quran telah dibuktikan 100% benar dan 20% sisanya bisa salah bisa benar, dan tak sampai 0,1% pun di dalam 20% itu terbukti salah maka logikaku akan mengatakan, insyallah 20% sisanya juga akan benar.” jelasku. Supri dan Edi mengangguk-angguk. Mikir.

“Aku sudah pernah baca pak kebanyakan lebih ke cocoklogi. Atlantis lah, candi borobudurlah.” balas Joy. “Eh tunggu Joy, jangan lihat pembuktian Quran dari tafsiran seperti itu. Setauku semua itu hanya teori, tafsiran beberapa olang yang coba mencocokkan dan wallahualam, aku sendiri juga tidak tahu. Saintifik yang kumaksud adalah yang tersurat di ayat Quran seperti yang kusebutkan tadi.” lanjutku.

“Ya kalaupun benar gitu pak, tetap saja yang 20% bleum terbukti kan?” balas Joy.

“Kalau pendapatku Jo, statement yang sudah dibuktikan saja membutuhkan waktu ribuan tahun hingga peradaban kita mampu membuat teknologi pembuktianya. Keyakinan kami bukan keyakinan buta, kami hanya sadar, ada sesuatu yang lebih besar dari kita dan memiliki pengetahuan yang luas melampaui peradaban kita yang mengklaim sebagai pencipta kita, dengan nama Allah. Dialah yang telah memberikan tanda kebesaranya melalui ayat-ayat dalam sebuah kitab suci. Dan di dalam kitab itu terdapat panduan berisi perintah dan larangan untuk mengerjakan sesuatu persis seperti buku manual sebuah mesin.” Aku memberi jeda.

“Jika mesin sederhana seperti mesin cuci saja memiliki buku panduan. Aku yakin manusia adalah sebuah mesin yang kompleks dengan bahan material unik, sistem tubuh yang canggih, Kecerdasan AI tinggkat tinggi, dan baterai yang memiliki waktu terbatas. Dan mesin canggih ini tentunya membutuhkan panduan bagaimana penggunaan dan perawatanya. Dan yang membuat kami patuh untuk mengikutinya adalah karena, di dalam kitab tadi juga berisi peringatan tentang hari di mana perbuatan kita akan diadili, layaknya perhitungan poin di akhir sebuah permainan, dan kami memilih. Mau mengakui keterbatasan akal kita dan mengimani sisanya atau menuruti akal logika kita yang terbatas dengan menunggu semua pembuktian yang mungkin akan membutuhkan ribuan tahun lagi .” jelasku.

Joy terlihat merenung sejenak lalu berucap dengan nada gamang “Ah itu kan teorimu Pak?” balasnya sambil membetulkan posisi duduknya. Gelisah.

“Einstein pernah mengatakan bahwa negative person always has a problem for every solution, tak peduli selogis apapun argumenku untuk menjelaskan agama, jika kau masih berfikir negatif tentangnya, akan selalu ada cara untuk menyanggah penjelasanku.” lanjutku. “Untuk hal-hal yang kami belum bisa menjelaskan dengan logis, kami cukup mengimaninya Aamantu billah.” tutupku.

“Eh sik..sik to… Bukanya Darwin itu yang bilang kalau makhluk hidup itu berevolusi? Piye maksute gagal?” Edi Brok menimpali. Pria jangkung dengan rambut kriting ala brokoli ini mulai angkat bicara. Nampaknya dari semua diskusi kami ia hanya terhenti pada bagian tersebut dan masih memikirkanya hingga sekarang.

“singkatnya darwin memaparkan teorinya dan dia tau ada celah dalam teorinya itu di mana semua orang akan menyerangnya, alih-alih ia mengurungkan teorinya, ia malah menjadikan celah teorinya itu sebagai sebuah gimik ‘the missing link’ atau rantai yang hilang.” Joy akhirnya turun tangan menjelaskan argumenku.

“Memangnya kenapa dengan rantai itu kang?” tanyanya polos… aku dan Joy sontah menghela nafas panjang bersama. “Laaaaah,… la kamu sendiri sudah ngerti belum teori evolusi?” tanya Joy.

“Ya pokoknya manusia berasal dari kera gitu kan” lanjutnya polos, kami tertawa. Sebelum Edi brok merasa bodoh, aku segera membantunya menjelaskan secara sederhana. “Intinya Darwin menyatakan bahwa semua makhluk yang ada di dunia ini dulu berasal dari satu sel… mmmm” aku berusaha mencrari istilah yang lebih sederhana.

“Satu jenis makhluk hidup” lanjut Joy. “Yah benar… semua dari satu hewan yang sama dan tiap-tiap jenisnya itu berevolusi mengikuti kondisi alam sekitarnya hingga mereka berubah bentuk jadi banyak jenis hewan seperti sekarang ini. Kalau itu benar kan harusnya ada rantai perubahan dari satu makhluk ke makhluk lainya sedangkan ia hanya membahas perubahan dari satu jenis hewan saja, paruh burung satu ke burung lainya. Atau hewan yang bentuknya mirip-mirip” aku menambahkan.

“Hoo… la terus masalahnya apa? Kan ada tuh di posternya dari monyet bungkuk, agak bungkuk, monyet setengah tegak, terus jadi… Supri!” lanjut Edi brok spontan menunjuk Supri yang sedang bersandar kekenyangan. Sontak kami tertawa lepas terbahak-bahak sementara Supri langsung mengumpat sana sini”

“Uasssuuu koe iki Brok! Itu mulut bisa dipinjem nggak?”

“Buat apa Pri?” balas Edi masih sambil terpingkal.

“Gae tak keplek… keplekne nang raimu (untuk ku tampar-tamparin di wajahmu)” balasnya membuat kami semakin terpingkal-pingkal.

 

Bersambung…

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.