Bandung Chapt 2: Menjadi Pribadi Pasif

Pada minggu-minggu pertama di bandung tepatnya di kampus aku tak banyak bicara. Aada banyak hal yang harus kupelajari dan sesuaikan sebelum akhirnya memiliki tempat untuk didengar.

“Kalo lu gimana Rik?” tanya Rangda padaku ketika masing masing dari kami berdiskusi tentang sesuatu dan sekali lagi aku hanya tersenyum.

“Dia tuh pasif Da!” kata Doni kemudian melanjutkan diskunya. Sampai saat itu aku baru menyadari bahwa aku hampir berubah menjadi sosok yang sangat pasif. Ini tidak boleh terus berlarut atau brandingku akan menjadi sosok pasif.

***

Pagi ini aku memulai khidupanku di kota baru ini. Sembelit dinginya pagi msh terasa mnusuk-nusuku.  Perlahan dan mantap aku melangkah meninggalkan rumah kos dua lantai yang sudah 3 hari ini aku tinggali. Kos yang terdiri dari 9 kamar cow dan 4 kamar cew ini merupakan milik spasang suami istri seorang dosen dan ibu rumah tangga yangg dengan ramah menerimaku sebagai anak. Banyak sekali perlakuan baik dari mereka, mulai dari pemberian snack, makan malam, sarung, hingga yang terakhir adalah sbuah lemari kayu. Sederhana tapi sangat berarti..

Sinar mentari belum sempat menjangkauku saat aku mulai merasakan kehangatan… Keramahan masyarakat. Lingkungan kosku memang tidak termasuk lingkungan berada, tiap pagi aku melalui sebuah jalan dengan pemukiman padat. Jalan selebar tiga meter ini selalu menampilkan sebuah derama panggung kehidupan dan saksi ketimpangan sosial yang tak terjangkau.

Di kanan jalan terdpat beberapa rumah petak yang jika penghuninya tidak mengrti cara bersyukur, ia takkan bisa tinggal lebih lama lagi. Sedangkan di baliknya, pemandangan yang kontras terlihat. Bangunan gedung apartemen dan mall ciwalk yang terkenal itu. Ironi memang tapi begitulah hidup. “hidup memang tak adil, jadi biasakanlah” haha aku selalu terngiang kata-kata itu. Kata-kata bijak yang keluar dari sesosok karakter yang kalian takkan menyangkanya. Bukan Gandhi, Hirata, Maupun Pak Mario. Patrick star. Nama karakter itu. Karakter dlam film spongebob yang bodoh dengan kesibukanya sebagai pengangguran haha ironi skelai lagi.

Sperti biasa seorang tua bertopi SMA slalu berada di sudut jalan, jongkok di sbuah bekas kios kecil smbil sesekali meniup perapian. Menanak nasi mungkin. atau skedar mengusir dingin. Lelaki tua peniup api, begitulah aku menyebutnya. Aku juga sering melirik dan mengamati lingkungan itu, aku blum tahu bagaimana kultur budaya di sini jadi, aku lebih banyak diam.

Sebuah tangga panjang selalu siap menyambutku setelah berbelok dari suasana pemukiman padat tadi. tangga panjang dengan pemandangan yang klasik. Lebar di bwah dan makin smpit ke atas. Tiap kali aku melaluinya aku mrasa sedang berada di sebuah klenteng dengan anak tangga yang takkan habis. Indah.

Hanya butuh 3 menit untuk smpai di kampusku. Haha… sukurlah, aku telah bisa menyebutnya kampusku sekarang… Setidaknya stelah serentetan tes dan antrian panjang kelengkapan dokumen yang memusingkan itu… sebuah kampus tempatku mulai tertempa jiwa dan raga, hingga pikiran dan hati.

Satu hal yang paling kukagumi di kota ini, adalah keramahan penduduknya. Pernah suatu ketika aku bertanya tentang sebuah tempat pada seseorang yang sedang beristirahat di kiosnya. Aku hanya berharap dia menunjukan arah saja, namun dengan tulus beliau keluar dari tempat beristirahatnya dan dengan sabar menjelaskan tempat tersebut. Tidak hanya itu, entah bagaimana aku juga merasa logat sunda adalah logat yang sangat bersahabat dan membuat pendengarnya merasa nyaman.

Begitulah indah..

Beginilah adanya di sini… Daripada kegelamoran dan indahnya kota ini aku lebih mengagumi msyarakatnya…

Kalian tahu, salah satu kelebihan kita sendirian di tempat baru adalah. kita bisa menjadi siapapun. Diri kita yang dulu, orang lain, atau diri kita yang lebih baik. tak ada orang yang akan mengatakan ‘tumben baik’ atau ‘tumben rajin biasanya… bla..bla..bla… dan bla..bla..bla…

Meskipun sebenarnya tak perlu merantau sejauh ini untk sebuah perubahan yang lebih baik. Aku hanya merasa jika saat ini adalah saat yang tepat menjadi diriku yang baru.

Aku pernah berdoa agar aku tak lagi memiliki rasa malas. Haha aku memang tidak berpikir aku akan rajin dengan sendirinya… tapi yang aku mulai pahami bahwa sbenarnya kitalah yang bisa mewujudkan doa-doa itu. Kitalah yang harus membuat doa kita terkabul. Kitalah yang bisa membuatnya terjadi. Sperti yang pernah ku katakan. (Aku mngambil dari kata-kata saudaraku Erza) bukan lagi’manusia yang merencanakan dan tuhan yang menentukan’. akan tetapi, ‘Tuhan yang merencanakan dan kitalah (manusia) yang menentukan’

Akan menjadi diri kita yang sama. Akan menjadi orang yang lebih baik, atau menjadi orang yang akan menunggu dan selamanya menunggu doa-doa kita terkabul tanpa tindakan… kitalah yang membuat doa kita terkabul kawan.

Aku masih ingat kata seroang guru SMA. Pak Udin namanya, ia berkata. “ciri manusia yang diterima ibadah puasa ramadhanya, adalah mereka yang bisa menjaga perilakunya selama sebelas bulan ke depan setelah bulan Ramadhan itu” dan itulah yang membuatku menyimpulkan pendapat di atas. Dan spertinya itulah makna dari sebuah ayat yang berarti ‘tidaklah Allah merubah nasib satu kaum, melainkan kaum itu sndiri yang merubahnya’

Indah bukan? inilah hidup kawan. Sekali lagi tak perlu merantau jauh untuk menjadi pribadi yang baru. karena waktu yang tepat untuk berubah adalah sekarang. Tepat di saat kita mulai merenungkanya.

***

Namun seperti biasa, subah nasihat lebih mudah untuk diungkapkan daripada dilakukan. Aku tetap menjadi pendiam selama beberapa minggu awal, namun tiba-tiba aku menjadi pandai bicara meski di dalam tulisan.

Saat itu aku hanya merasa bahwa aku harus melakukan sesuatu. Di kota ini di lingkungan ini, bahkan kebodohanpun akan menjadi cerita yang menarik. Dan sejak saat itulah aku menanamkan prinsip “Yess Man” pada di riku. Prinsip di mana aku akan mengatakan “Yess” pada semua peluang yang datang kepadaku. Bukan karena aku tidak punya pendirian, aku hanya merasa aku perlu banyak belajar.

Dari situlah kesempatan-kesempatan itu datang. Kesempatan di mana nantinya akan mengantarkanku pada sebuah hal yang tanpa kusadari selalu kuinginkan. Hal di mana aku bisa menjadi diriku di dekatnya.

“Yang kau lakukan bisa jadi menjadi tak penting,

namun yang terpenting adalah kau melakukanya”

-Gandhi

Dan keputusan menjadi ‘Yess Man’ inilah yang nantinya membuatku menjadi seorang yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Yang membuatku menyadari hal-hal penting yang sering terlewatkan.

Mungkin pada awalnya aku menjadi pribadi yang pasif. Namun di balik ke pasifan itu sebenarnya aku hanya sedang ‘membaca’ belajar cepat untuk beradaptasi danmenyesuaikan diri. Seperti sebuah busur yang ditarik mundur perlahan untuk kemudian melesat secepat angin menuju titik sasaran yang lebih suka kusebut sebagai titik pencapaian. to Becoming smoebody.

Categories: kisahku | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.